Haluan Riau

Friday, Aug 16th

Last update02:05:24 PM GMT

You are here: NEWS UTAMA Direksi Riau Air Harus Tanggung Jawab

Direksi Riau Air Harus Tanggung Jawab

PEKANBARU-Jajaran Direksi Riau Air (RA) harus bertanggung jawab atas tidak terselenggaranya aktivitas penerbangan dari maskapai penerbangan milik pemerintah daerah tersebut. Begitu juga hilangnya beberapa peralatan pesawat yang hingga kini masih terparkir di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Hal itu dilontarkan anggota DPRD Riau Noviwaldy Jusman, Selasa (13/8) siang.

"Direksi RA jangan lepas tangan begitu saja, kenapa kondisi pesawat bisa sampai begitu. Dulu kami juga pernah tanya ke Sekdaprov yang lama. Jawabannya ketika itu pesawat RA masih layak terbang. Tapi ketika kami sidak,  tiga pesawat itu sudah menjadi bangkai. Mereka harus bertanggungjawab. Itu milik daerah harus dipertanggungjawabkan. Satu baut pun hilang, harus dipertanggungjawabkan," tegas Ketua Fraksi Demokrat ini.

Dikatakan, secara garis besar, pihaknya paham akan dunia penerbangan. Ketika melakukan sidak beberapa waktu lalu, anggota Dewan melihat kondisi pesawat itu tidak mungkin bisa dijual secara utuh. Kalaupun mau diselamatkan, harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit, karena harus mengganti mesin.

"Kalau kita menyelamatkan harus mengganti mesin yang baru dan harus diregistrasi. Itu sama membeli setengah baru, percuma saja," tambah Dedet.

Ditambahkannya, saat sidak itu, pihaknya juga menemukan beberapa alat hilang seperti jok, bodi pesawat robek dan kerusakan lain. Sedangkan untuk mesin, menurutnya harus dicek lagi lognya. Begitu juga dokumennye sehingga bisa diketahui masa terbangnya masih tersisa berapa jam lagi.

"Kalau masih ada 1000/2000 jam penerbangan lagi, ke mana pergi mesin itu, ke mana dijualnya. Dunia penerbangan tidak bisa main-main. Semua ada recordnya," ujar Dedet, panggilan akrabnya.

Dedet juga mengatakan pihak Bandara Halim Perdana Kusumah Jakarta, tempat pesawat RA diparkir, juga akan membangunkan tempat parkir tepat di posisi bangkai pesawat RA tersebut. Riau juga tidak ada pilihan lain.

Menurut Dedet, kalau mau digeserkan pakai apa, sementara mesin tidak ada. Dengan demikian, jadi pemotongan bodi merupakan langkah tepat.

Untuk itu, Dedet berharap melalui Pimpinan DPRD bekerja sama dengan komisi B sebagai pengawas, membentuk tim untuk menginvestigasi semua itu. Tim ini akan melibatkan pihak eksekutif, legislatif, auditor, orang yang ahli dalam penerbangan dan Kementerian Perhubungan.

"Kita harap tim investigasi itu bisa dibentuk. Itu bisa terlacak semua. Baik mesin, baling-baling, ban, karena semua itu pakai nomor seri. Selain itu kita juga berharap, pimpinan di atas jangan mendengar laporan indah-indah dari RA, jangan mereka yang tidak turun ke lapangan ikut berkoar-koar tentang kondisi RA, tapi coba langsung lihat, saya bangga kepada biro perekonomian yang sanggup mengakui kondisi RA yang sebenarnya," tambah Dedet lagi.

Dijual Kiloan
Seperti dirilis sebelumnya, tiga pesawat Fokker 50 milik RA akan dijual per kilo alias rongsokan. Saat ini, Pemprov sedang mengupayakan penyelesaian proses administrasi dengan pengelola Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta, tempat di mana ketiga pesawat itu telah terparkir selama tiga tahun. Setelah proses itu selesai, pesawat itu bisa dipotong-potong dan selanjutnya dijual kepada pihak yang berminat.

"Tiga Pesawat Foker 50 milik Riau Air telah menjadi besi tua, karena sudah tiga tahun tak beroperasi," ujar Kepala Biro Adminitrasi Pembangunan Setdaprov Riau, Burhanuddin, Senin (12/8).

Menurutnya, wajar saja jika tiga pesawat itu dikategorikan sebagai besi tua, karena sudah tiga tahun tidak pernah lagi dioperasikan.
"Jangankan tiga tahun tak beroperasi, satu minggu saja tidak dilakukan maintenance pesawat dengan teknologi hidrolik akan rusak," ujarnya lagi. (zal)

AddThis Social Bookmark Button

Add comment


Security code
Refresh