Hampir setiap hari, para orangtua di Medan Baik, Lengayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, selalu dibayangi rasa was-was satiap melepas anak mereka pergi sekolah. Pasalnya, agar bisa mencapai sekolah, anak mereka harus melintasi jembatan gantung sepanjang 100 meter, yang kondisinya sudah mengkhawatirkan. Salah sedikit, alamat bakal terjatuh ke dalam anak sungai Batang Lengayang, berada di bawahnya.
Medan berbahaya itulah yang selalu dirasakan Adif (7) siswa SD 02 Medan Baik, Lengayang, Pesisir Selatan. Sudah dua tahun jembatan itu kondisinya rusak, namun hingga kini belum kunjung diperbaiki. Aktivitas melintasi jembatan itu dilakoninya lagi Kamis (15/8), yang merupakan hari pertama sekolah pasca libur panjang lebaran.
Di luar rumahnya, sepupu Adif yakni Nanda (9) dan Ila (12) berseragam batik dengan bawahan hitam telah menunggu. Ketiganya kemudian bergabung berangkat sekolah dan tidak ingin terlambat sampai di sekolah.
"Mau bagaimana lagi, untuk mencapai sekolah, memang itulah satu-satu jalan yang paling dekat," ujar Isus, sang ibu.
Sekitar setengah kilometer dari rumah, tibalah ketiganya di jembatan maut yang telah memakan banyak korban. Jika berdiri di luar jembatan, tampak dengan jelas bahwa bagian selatan jembatan sudah miring yang diikuti dengan miringnya lantai jembatan tersebut.
Badan jembatan tampak meliuk, miring dan bergelombang. Jika di "bidik" pondasi di kedua sisi tidak lagi lurus karena pada bagian selatan telah miring. Untung saja ada sling baja yang menahan tiang bagian selatan sehingga tiang tidak rubuh.
Bagi ketiganya, jembatan itu sesungguhnya menakutkan. Ketiganya telah menyaksikan puluhan orang pengguna jembatan itu mengalami nasib nahas, dimana korban tergelincir dan kemudian terjun bebas setinggi sepuluh meter k edalam sungai. Ada yang mengalami patah, pingsan dan pernah pengendara ojek menemui ajalnya di situ.
Adif dan ketiganya tidak punya pilihan lain, karena jembatan itu adalah satu satunya fasilitas yang bisa mengakses sekolahnya. Adif oleh kedua kawannya diberi kesempatan pertama untuk meniti, mengingat dua lainnya lebih tua darinya.
Sekitar lima meter berjalan, kondisi miring jembatan sudah terasa. Ketiaganya melangkah hati hati sembari mengikuti ayunan yang tidak ideal layaknya jembatan gantung. Ayunan tidak teratur jembatan gantung tersebut saat dititi, mengharuskan ketiganya mencari keseimbangan, kadang mereka bergelantung ke sling pengaman, terkadang pula mereka naik ke atas papan bantu yang dibuat warga di pinggang pagar jembatan.
Ketika tubuh mereka seimbang, sesekali Adif melompati lantai jembatan yang bolong. Gerakan jembatan pun adakalanya bergerak ke atas dan ke bawah tapi diselingi gerakan ke kiri dan kanan. Manakala itu terjadi, ketiganya bergerak dengan cara jongkok.
Bagian paling berbahaya dan mendebarkan meniti jembatan itu adalah separuh terakhir di bagian ujung selatan. Kemiringannya mencapai 45 derajat, namun pada sisi miringnya telah ditambal sulam dengan papan memanjang. Bila gerakan jembatan terasa kuat, jalan satu satunya bagi mereka adalah berpegangan pada besi pengaman jembatan bagian kiri yang tingginya tersisa sekitar 30 centimeter. Jika pegangan tidak sempurna, tidak mustahil bisa terjun ke dalam lubuk.
Berkat kesigapan dan kehati - hatian, mereka sampai di ujung jembatan bagian selatan. Sampai di situ perjuangan mereka belum selesai. Di ujung jembatan ada rengkahan menganga sepanjang tiga meter. Pada rengkahan pondasi jembatan itu, ada titian darurat terbuat dari papan. Beberapa kali pengguna jembatan juga tergelincir kedalam rengkahan tersebut. Dan akhirnya ketiganya melompat ke "daratan" dengan selamat.
Adif dan kawan kawannya tidak tahu kenapa jembatan dikampungnya itu tidak pernah diperbaiki. Yang jelas setiap hari sekolah, ia melewatinya sebanyak dua kali. Bagi Nanda dan Ila, keadaan seperti itu telah dijalaninya semenjak tahun 2011 lalu.
Warga di sana pun selalu mengeluh atas fasilitas penyeberangan itu. Jembatan kondisinya sudah sangat memprihatinkan dan membahayakan. Awalnya hanya miring kini sudah teleng. Namun akibat tidak ada alternatif lain warga tetap memanfaatkan jembatan tersebut.
Nurmaisal (40) tokoh masyarakat setempat menyebutkan, ia sudah enam kali terjatuh di jembatan tersebut. Meski ekstra hati hati saat menyeberang, kadang jatuh juga apalagi bila hujan.
Ia berharap jembatan gantung yang menghubungkan Nagari Kambang dengan Kambang Utara Kecamatan Lengayang direhab pemerintah.
"Kasihan kita pada anak anak yang saban hari harus menantang bahaya. Kondisi jembatan teleng. Sementara itu lantai antara tebing dan lantai jembatan rengkah sepanjang 3 meter. Beberapa kali warga bernasib sial saat melewati jembatan itu. Jembatan gantung sepanjang 100 meter yang terdapat di Kampung Medan Baik itu, telah mengalami kerusakan semenajak dua tahun lalu. Namun hingga kini belum ada tanda tanda akan diperbaiki. Kerusakan awalnya akibat dihondoh banjir bandang. Kami meminta kepemerintah Kabupaten Pesisir Selatan untuk segera memperbaiki jembatan," katanya. (n/haluan)

Next > |
---|