Jakarta (HR)-Berbagai cara dilakukan pemerintah agar perusahaan tambang tidak mengekspor tambang dan mineral mentah, dan membangun pabrik pemurnian atau smelter di dalam negeri. Penerapan pajak ekspor atau bea keluar, jadi salah satu cara yang diterapkan agar perusahaan tambang mau membangun smelter.
"Sekarang orang mau ekspor mineral mentah nggak boleh, hanya boleh yang sudah diolah. Tapi yang sudah diolah pun kalau mau diekspor kena bea keluar, dan bea-nya itu akan naik terus (maksimal 60%)," ujar Menteri ESDM Jero Wacik di Jakarta, Selasa (28/1).
Banyak perusahaan tambang mengaku keberatan terkait aturan bea tersebut, karena justru merugikan perusahaan. "Bagi saya itu tidak akan rugi, karena dengan mineralnya diolah harganya kan naik, mereka masih untung," ucapnya.
Jero mengakui, penerapan bea keluar progresif untuk setiap mineral olahan yang diekspor ke luar negeri memang bertujuan agar pengusaha dipaksa membuat smelter. Pasalnya, sudah 5 tahun sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara disahkan harusnya perusahaan tambang membuat pabrik smelter, namun sampai 12 Januari 2014 minim sekali perusahaan yang membuat smelter.
"Bea keluar itu memang bertujuan untuk memaksa perusahaan tambang bangun smelter. Kalau tidak mampu karena kemahalan, bisa bangun bersama atau patungan, tak mampu juga ya produksinya dijual ke pabrik smelter yang beroperasi," tutup Jero.(dtc/dar)

Next > |
---|