KAMPAR , HALUAN RIAU - Kecamatan Kampar Kiri Hulu merupakan salah satu kecamatan yang kondisinya masih tertinggal dibandingkan kecamatan lainnya di Kabupaten Kampar.
Selain empat desa yang saat ini hanya bisa dijangkau melalui wilayah Provinsi Sumatera Barat, ada sembilan desa lagi yang belum tersentuh pembangunan jalan. Desa-desa itu berada di sepanjang Sungai Subayang.
Kesembilan desa itu adalah Desa Tanjung Belit, Muara Bio, Batu Sanggan, Tajung Beringin, Gajah Bertalut, Aur Kuning, Terusan, Subayang Jaya dan Pangkalan Serai.
Sampai saat ini, masyarakat di sembilan desa itu masih mengandalkan transportasi sungai. Biasanya, masyarakat mengandalkan sampan bermesin yang disebut Jonson ataupun sampan Robin.
Kondisi itu membuat biaya yang dibutuhkan untuk menjangkau ibukota kecamatan Kampar Kiri Hulu di Desa Gema, relatif lebih tinggi. Perjuangan masyarakat untuk tetap bertahan hidup sangatlah sulit. Jika air dangkal, warga terpaksa harus menarik sampan yang panjangnya sekira 10 meter itu. Jika musim hujan masyarakat terancam banjir bandang sering datang secara tiba-tiba.
Pembangunan jalan yang diharapkan selama ini, sering terbentur dengan alasan seluruh desa itu masuk dalam kawasan hutan.
Harapan untuk keluar dari kondisi sulit ini kembali membumbung tinggi. Jumat (6/12) sore, ratusan masyarakat di Desa Tanjung Beringin beserta perangkat dari sembilan desa kembali kedatangan tamu. Kali ini adalah salah seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Intsiawati Ayus. Namun kedatangan senator asal daerah pemilihan Riau ini diingatkan agar jangan hanya sekedar datang apalagi momen Pemilihan Umum (Pemilu) akan dihelat sebentar lagi.
Pertemuan masyarakat yang juga dihadiri Camat Kampar Kiri Hulu Yasnimar, Sekretaris Dishut Kampar Al Azhar, Plt Kabid di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang pun digelar di salah satu Masjid di Desa Tanjung Beringin.
Kepala Desa Tanjung Beringin Syafii dalam sambutannya menyampaikan sampai hari ini apa yang diinginkan masyarakat belum tersalurkan. Dengan kehadiran anggota DPD RI, pihaknya berharap apa yang diinginkan masyarakat di kawasan itu bisa terwujud. Syafii juga mengungkapkan keprihatinannya, karena masyarakat di sembilan desa tersebut masih menempuh jalur sungai untuk menyambung hidup.
Tak Ada Realisasi
"Di sini kami belum merasakan kemerdekaan," ujarnya.
Dikatakannya, warga sembilan desa sudah lama sekali menginginkan adanya jalan. Sudah sering janji dilontarkan, bahwa jalan akan dibangun. Namun, realisasinya belum tampak sama sekali.
"Sudah dua orang sebelumnya pejabat pusat yang datang ke kesini. Menteri PDT Lukman Edi ke Batu Sanggan dan Menteri Kehutanan MS Kaban ke Aur Kuning. Namun realisasi sampai skarang belum ada," katanya.
Ia juga menyangsikan program Bupati Kampar tetang zero kemiskinan. Dengan kondisi yang ada saat ini, ia khawatir program itu tidak akan terwujud.
"Kira-kira mungkin masyarakat di jalur sungai bisa terwujud? Contohnya sekarang, hari penghujan. Harga beras Rp10 ribu lebih, karet hanya Rp7 ribu. Sementara transportasi ke bawah (Gema) hampir Rp100 ribu pulang pergi dari sini," ujarnya.
Pihaknya juga mengharapkan Pemkab Kampar tidak membeda-bedakan pembangunan, sehingga kawasan itu juga tersentuh roda pembangunan. "Minimal jalan untuk roda dua saja dahulu," tambahnya,
Sementara Camat Kampar Kiri Hulu Yasnimar mengatakan, di Kampar Kiri Hulu ada 24 desa. Dari 24 desa itu dia membaginya menjadi 3 klaster. Klasifikasi pertama Desa Deras Tajak, Tanjung Karang, Batu Sasak, Danau Sentul, Kebun Tinggi, Pangkalan Kapas, Kebun Tinggi, Tanjung Permai dan Lubuk Bigau.
Kondisinya dari Batu Sasak ke Lubuk Bigau ada empat jembatan ambruk. Sebelumnya di jalur tengah ini sudah ada jalan dan mobil bisa masuk. Namun karena jembatan ambruk tak bisa dilalui. Maka untuk menuju empat desa yakni Tanjung Permai, Kebun Tinggi, Pangkalan Kapas dan Lubuk Bigau harus lewat Tanjung Pati, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar.
Klasifikasi kedua yaitu Desa Gema, Tanjung Belit Selatan, Bukit Betung dan Kota Lama. "Di seberang ada jembatan gantung. Kalau boleh lewat mobil bisa masuk ke Sungai Santi, dua Sepakat Muara Selaya dan Ludai," ucapnya.
Klasifikasi ketiga adalah Desa Tanjung Belit, Muara Bio, Batu Sanggan, Tajung Beringin, Gajah Bertalut, Aur kuning, Terusan, Subayang Jaya dan Pangkalan Serai. Yang terakhir ini berbatasan dengan Tanjung Ampalu, Sumbar
Klasifikasi ketiga inilah merupakan jalur kiri. Desa ini terletak di sepanjang Sungai Subayang. Belum bisa ditempuh sepeda motor dan mobil. Masih mengandalkan transportasi sungai. "Di sini sebenarnya bukan membangun jalan baru tapi tinggal meningkatkan jalan, meningkatkan bodi jalan," ujarnya.
Bodi Jalan dari Tanjung Belit ke Pangkalan Serai ini kata Yasnimar sejauh 25 kilomer sudah ada. Bahkan dulu sudah bisa dilewati sepeda motor. Karena dulu ada larangan, maka jalan ini mati. "Masyarakat juga takut memelihara jalan itu. Karena tenaga manual masyarakat juga tak mungkin memelihara bodi jalan itu," katanya.
Yasnimar mengatakan, pihaknya sangat berharap Dishut/Menhut untuk mengeluarkan izin pinjam pakai terhadap daerah yang dilewati jalan yg masuk dalam kawasan suaka marga satwa tersebut.
Lebih lanjut dikatakan, status sembilan desa yang masuk dalam kawasan hutan itu perlu dipertanyakan juga. Karena masyarakat di sini sudah ada sejak zaman sebelum kemerdekaan.
"Kunci kemiskinan Kampar Kiri Hulu itu adalah jalan. Masyarakat ekonominya cukup bagus. Bagaimana mau menabung kalau ongkos ke pasar atau urusan lain di Gema dan lainnya mahal," katanya.
Menurutnya, saat ini paradigma pemerintah pusat yang mesti diubah. "Karena untuk pengembangan di kawasan ini, seolah-olah harus membangun jalan baru. Padahal tidak. Jalannya sudah ada, cuma perlu diperbaiki dan ditingkatkan," ujarnya lagi.
Sementara itu Sekretaris Dinas Kehutanan Kampar Al Azhar mengatakan, pembangunan jalan ini kuncinya adalah pengesahan tata ruang wilayah . Tata ruang ini sekarang tinggal pengesahan di Menteri Kehutanan. Kalau sudah disahkan untuk pembuatan lahan dan jalan tak ada masalah. Tata ruang ini sudah diajukan sejak 2007.
Sedangkan Anggota DPD RI Intsiawati Ayus mengatakan, pihaknya paham dengan kondisi di sembilan desa tersebut. Kedatangannya ke Kampar Kiri Hulu ingin memperjuangkan masyarakat. Bahkan Bupati Kampar juga sempat membisikinya agar dia masuk ke wilayah sembilan desa. "Kata Bupati, Ibu harus masuk ke sembilan desa. Datang dan lihat kondisi di sana," ucap Intsiawati.
Berkaitan masalah RTRW dia mengakui sudah dua kali bertengkar dengan Menhut. "RTRWP di Indonesia ini mulai terendah sampai pusat dapat dikatakan tak ada yang selesai," ucapnya.
Salah satu solusi yang akan ditempuh, pihaknya akan mengajak Kepala Dinas Kehutanan dan Camat bersama menghadap Menhut untuk mengajukan surat pinjam pakai hutan. "Tak ada pembangunan jika masih terus dalam kawasan hutan," tegasnya.
Menurutnya alasan yang akan disampaikan bahwa rintisan jalan yang ada sekarang sudah ada sejak sebelum merdeka.
Ketika ditanya apa sebenarnya yang menjadi kendala sehingga penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan jalan tampak begitu sulit. Menurut Intsiawati, perjuangan selama ini terkendala karena matinya komunikasi. "Kita tak punya duta, tak ada ambasador di pusat," ujarnya. (akhir yani)

Next > |
---|