PEKANBARU (HR)-Sidang lanjutan dugaan korupsi kehutanan dengan terdakwa mantan Gubri Rusli Zainal, kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (23/12). Sidang kemarin sedianya menghadirkan dua saksi, yakni mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau Syuhada Tasman dan Chandra Wibawa yang pernah menjabat sebagai Kasi Pemanfaatan Hutan Alam di Dinas Kehutanan Riau tahun 2004.
Namun dalam sidang kemarin, hanya Chandra yang memberikan kesaksian. Sementara Syuhada Tasman berhalangan hadir karena sakit.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Bahctiar Sitompul SH, Candra menerangkan, tugasnya terkait pemberian izin pengelolaan hutan kepada sembilan perusahaan yang kemudian berbuntut masalah hukum itu, adalah menghitung jumlah target produksi dan realisasi dari hasil penebangan hutan sesuai dengan laporan dari masing-masing Rancangan Kerja Tahunan (RKT) pihak perusahaan dan hasil survei yang Dishut Siak dan Pelalawan.
Ia membenarkan adanya permohonan penebangan hutan oleh perusahaan untuk dijadikan lahan hutan tanaman industri (HTI). Namun ia membantah sebagai pihak yang memberikan izin melakukan penebangan. Hal itu dilontarkannya saat disodori nota dinas yang didalamnya terdapat tanda tangannya dengan redaksional suratnya berbunyi' “dapat diberikan izin penebangan” terhadap perusahaan yang mengajukan permohonan.
“Kata-kata ini berarti anda yang memberikan izin penebangan karena ada tanda tangan anda di bawah ini, benar kan?,” tanya Bactiar.
Terkait hal itu, Chandra mengatakan bahwa ia khilaf dalam menuliskan redaksional surat nota dinas tersebut. “Saya lupa dan khilaf Yang Mulia. Maksud saya bukan seperti itu karena memang bukan saya yang berwenang dalam memberikan izin,” terangnya.
Dikatakan, pertimbangan diberikan melalui nota dinas kepada Kepala Seksi Pemanfaatan Hutan Alam Dinas Kehutanan (Dishut) Riau ketika itu, yakni Fredrik Suli. "Tahun 2004 saya diminta menghitung target potensi hutan alam yang akan diolah oleh sembilan perusahaan yang mengajukan Badan Kerja Tahunan (BKT) untuk HTI. Seharusnya (hutan alam) itu tugas Fredrik tapi saya menerima karena tugas saya memang menghitung target hutan yang akan diland clearing," ujarnya.
Selanjutnya, Candra dan tim survei mengumpulkan data-data tentang lahan yang diajukan oleh perusahaan dan Dinas Kehutanan kabupaten. Data itu didapatkan dari perusahaan dan dicocokkan dengan dengan data tim survei. Dari data itu diketahui kalau lahan yang ditebang merupakan hutan alam dengan kayu log berdiameter 30 cm lebih dan melanggar Kepmenhut 10.1/kpts II/2000.
Saat ditanya mengapa Candra membuat nota dinas ke Kepala Seksi Pemanfaatan Hutan Alam Dinas Kehutanan (Dishut) Riau, Fredik Suli, menyatakan kalau lahan yang dimohonkan dapat disiapkan untuk lahan HTI sementara itu bertentangan dengan peraturan 10.1.
"Iya saya salah Pak, Kalau pertimbangan yang diberikan hanya berdasarkan perhitungan saja, kewenangan saya tidak sampai di sana sebenarnya," tutur Candra.
Tindakan Candra itu menimbulkan kecurigaan. Hakim langsung menanyakan apakah dia menerima sejumlah uang dari perusahaan sehingga mau saja memberikan pertimbangan kalau lahan tersebut layak jadi HTI. " Saya tak pernah terima uang Pak Hakim," jawab Candra.
Selanjutnya diakui Chandra bahwa dirinya tidak mengetahui kemana kayu alam yang ditebang. Tersebut dijual perusahaan. Namun, Candra mengakui kalau BKT yang diberikan itu telah disahkan oleh Rusli Zainal. " Saya awalnya tidak mengetahui. Setelah beberapa waktu kemudian, barulah saya tahu itu disahkan oleh Pak Rusli. Namun jumlahnya saya tidak ingat," katanya.
Sidang yang berlangsung lebih kurang dua jam terlihat lebih ramai dari biasanya namun tetap berjalan lancar, sementara itu RZ beserta kuasa hukumnya tidak menyampaikan keberatan atau pernyataan khusus terkait dengan keterangan saksi.
Lanjutan sidang akan dilaksanakan besok (24/12) di pengadilan tipikor pekanbaru dengan agenda mendengarkan keterangan dua orang saksi kunci dari jaksa penuntut umum. (mg10/nom)

Next > |
---|