PEKANBARU (HR)-Mantan Kepala Dinas Kehutanan Pemkab Pelalawan, Tengku Zuhelmi, mengakui rekomendasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman terhadap delapan perusahaan di Kabupaten Pelalawan, sesuatu yang salah. Hal itu mengingat rata-rata kawasan yang diberikan izin itu merupakan hutan alam yang memiliki potensi kayu di luar batas maksimal, seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI.
Hal itu diungkapkannya ketika dihadirkan menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi kehutanan dengan terdakwa mantan Gubri Rusli Zainal, Rabu (4/12) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Sidang kemarin juga menghadirkan saksi lain, yakni mantan Bupati Siak Arwin AS. Berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya, sidang lanjutan kali ini tampak minim pengunjung. Sejumlah pejabat Pemprov Riau yang sering dalam sidang sidang-sidang sebelumnya, kali ini tidak tampak lagi.
Dalam sidang lanjutan yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Bachtiar Sitompul, Zuhelmi yang merupakan mantan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan (2002-2004) mengatakan, sepanjang dua tahun itu dirinya telah merekomendasikan delapan perusahaan untuk mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT).
Delapan perusahaan yang dimaksud adalah CV Putri Lindung Bulan, CV Bhakti Praja Mulya, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Selaras Abadi Utama, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Hutani Jaya, dan PT Satria Perkasa Agung.
"Tolok ukur rekomendari tersebut adalah hasil survei di lapangan terkait kawasan lahan hutan yang dimohonkan," kata terangnya.
Saksi menjelaskan, bahwa rekomendari yang diberikan ketika itu untuk CV Putri Lindung Bulan adalah sebanyak 2.500 hektare, CV Bhakti Praja Mulya (5.800 hektare), PT Rimba Mutiara Permai (9.000 hektare), PT Mitra Tani Nusa Sejati (7.300 hekare), PT Selaras Abadi Utama (13.600 hektare), PT Merbau Pelalawan Lestari (5.900 hektare), serta PT Mitra Hutani Jaya (10.000 hektare) dan PT Satria Perkasa Agung (masih dalam kalkulasi yang belum tuntas).
Menurut Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), itu juga sesuai dengan keterangan saksi di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Nomor 26.
Dengan demikian, jaksa mengkalkulasikan bahwa kerusakan hutan akibat rekomendasi atau izin pemanfaatan itu adalah lebih dari 50 ribu hektare.
Saksi mengakui, rekomendasi yang diberikannya itu adalah hal yang salah mengingat rata-rata kawasan merupakan hutan alam yang memiliki potensi kayu di luar batas maksimal seperti yang tertera dalam Pertauran Menteri Kehutanan.
"Tetapi waktu itu, saya memang diperintahkan bupati (ketika itu Bupati Pelalawan dijabat Tengku Azmun Jaafar) untuk tetap memberikan rekomendasi. Alasannya adalah agar kawasan yang sebagian besar bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) tidak dialihfungikan menjadi kawasan perkebunan," katanya.
Saat itu, demikian saksi, bupati memerintahkan pemberian rekomendasi juga agar lahan dijadikan sebagai kawasan Hutan Tanam Industri (HTI).
Baru pada tahun 2004 Gubernur Riau ketika itu, Rusli Zainal mengesahkan Bagan Kerja Usaha (BKU) dan menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang didalamnya telah masuk delapan perusahaan itu.
Menurut jaksa, hal itu yang kemudian disangkakan bahwa Rusli Zainal telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, tanggal 8 Juni 2002.
Kemudian Rusli juga disangkakan telah melanggar dua Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6652/Kpts-II/2002 dan Nomor 151/Kpts-II/2003 yang menyebutkan kewenangan pengesahan dan penerbitan RKT merupakan kewenangan Menteri Kehutanan.
Hasil pendalaman terkait kasus tersebut, bahwa ternyata kayu-kayu hasil hutan alam itu dijual oleh delapan perusahaan ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) selaku industri pengelola kertas dan bubur kertas di Riau.
KPK sebelumnya juga telah "mencium" adanya modus pencucian uang terkait kasus tersebut yang melibatkan langsung PT RAPP.
Hal itu diperkuat dengan sejumlah fakta persidangan yang menyebut bahwa kebanyakan perusahaan penerima IUPHHK-HT adalah milik para pejabat daerah.
Teken Izin Rekomendasi
Sementara itu, mantan Bupati Siak Arwin AS juga mengakui menerbitkan izin prinsip untuk usaha pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Tanaman (IUPHHKT), berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kehutanan (Dishut) Riau.
Dipaparkan saksi, pada tahun 2001 dirinya menerima rekomendasi dari Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Riau, yang ketika itu dijabat Asral Rahman. Ketika itu ia diminta menandatangani SKT izin prinsip tentang izin kehutanan yang berada di wilayah Siak. Izin itu rencananya akan diberikan kepada enam perusahaan.
Namun menurut Arwin lagi, dari keenam perusahaan yang direkomendasikan itu, hanya satu perusahaan yang memenuhi syarat. Keterangan Arwin yang singkat dan jelas itu, majelis hakim dan JPU KPK merasa cukup mendengarkan keterangannya.
Dalam sidang kemarin, JPU dari KPK, Riyono SH, menghadirkan saksi lainnya yakni, Amin Budiyadi SE, mantan Kadishutbun Siak. Dalam kesaksiannya, Amin Budiyadi SE mengatakan, berdasarkan Kepmenhut, yang menjadi target produksi yaitu kayu hutan alam. Dengan adanya produksi kayu hutan alam ini. Maka Kemenhut menerrbitkan verifikasinya. Namun, apa alasan diterbitkannya verifikasi tersebut, Amin mengaku tidak tahu.
Dikatakannya, memang semasa dirinya menjabat sebagai Kadishutbun Siak, ada pembaharuan terkait izin. "Tahun 2003 ditandatangani Kadishut Riau semasa, Syuhada Tasman, dan tahun 2006 ditandatangani Burhanuddin Husein," ujarnya.
Seperti diketahui, Rusli Zainal, dihadirkan jaksa KPK ke Pengadilan Tipikor, atas perkara korupsi penerbitan izin usaha pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Tanaman (IUPHHKT) dan suap PON Riau, yang menjeratnya. Perbuatan terdakwa dengan sengaja menyuruh dan memerintahkan kepada pejabat Pemerintah Kabupaten (Bupati) Siak dan Pelalawan . Untuk menerbitkan izin RKT atau izin usaha pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Tanaman (IUPHHKT) kepada perusahaan bidang perkayuan sebanyak 9 perusahan Perbuatan terdakwa ini, negara dirugikan sebesar Rp 265 miliar lebih. (bbs/grc,ptc,rtc/sis)

Next > |
---|