Pekanbaru-Hujan lebat yang mengguyur Riau dan sekitarnya beberapa hari ini membuat sejumlah sungai besar dan kecil meluap. Daerah-daerah aliran sungai seperti di Kampar, Pelalawan, Kuansing dan Inhu terendam. Beberapa daerah lainnya juga terancam banjir. Sejumlah daerah aliran sungai di Riau memang menjadi langganan banjir setiap musim hujan. Hal itu terjadi karena wilayah Riau banyak dialiri sungai-sungai besar dan kecil. Sejumlah sungai sudah meluap beberapa hari belakangan. Diantaranya, Sungai Kuantan, Singingi dan Pangean di Kuansing.
Sungai Kampar di Kabupaten Kampar, Sungai Nilo di Pelalawan, Sungai Indragiri di Inhu dan sejumlah sungai lainnya.
Di Kabupaten Kampar tiga kecamatan yang dilanda banjir, yakni Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kampar Kiri dan Gunung Sahilan. Sungai Kampar Kiri dan anak-anak sungainya meluap. Dari ketiga kecamatan tersebut, Kecamatan Gunung Sahilan merupakan kecamatan yang terparah.
Data dari Badan Penanggulangan Bencanan Daerah (BPBD) Kampar, banjir merendam 274 rumah, 597 hektare kebun kelapa sawit dan 307 hektare kebun karet, tiga ekor kambing mati dan empat kepala keluarga dievakuasi.
Kepala BPBD Kampar, Ali Sabri selaku koordinator penanggulangan bencana Kabupaten Kampar didampingi Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Kampar Zamzamir kepada Haluan Riau, Rabu (31/10) menjelaskan, berdasarkan laporan Camat Gunung Sahilan ada lima desa yang terkena bencana banjir. Lima desa tersebut, Desa Sahilan Darussalam, Gunung Sahilan, Sungai Lipai, Kebun Durian dan Subarak.
Dijelaskannya banjir sudah mengenangi rumah warga, kebun sawit dan kebun karet, misalnya di Desa Sahilan Darussalam air mengenangi sebanyak 103 rumah, 360 hektare kebun sawit, 70 hektare kebun karet, di Desa Gunung Sahilan sebanyak 101 rumah, 56 hektare kebun sawit, 52 hektare kebun karet, Desa Sungai Lipai sebanyak 40 rumah, 24 hektare kebun sawit, 60 hektare kebun karet, Desa Kebun Durian 23 rumah, 12 hektare kebun sawit, 15 hektare kebun karet dan Desa Subarak sebanyak 7 rumah 89 hektare kebun sawit, 78 hektare kebun karet.
Jumlah penduduk yang mengalami musibah banjir itu 1096 jiwa. Dikatakannya tidak ada korban jiwa. Dari jumlah tersebut hanya 4 KK yang mengungsi sedangkan yang lainnya masih tinggal dirumah karena tidak seluruh rumah digenangi oleh air.
Ditambahkan Zamzamir, permukaan Sungai Kampar Kiri, Rabu (31/10) siang, sudah mulai menyusut sekitar 0,5 meter. “Puncaknya Selasa malam. Kini kondisi permukaan air sudah mulai surut,” jelas Zamzamir.
Dijelaskan Zamzamir, pihaknya saat ini sedang mengupayakan pendistribusain bantuan beras. “Kini beras sedang diurus di Bulog, Insya Allah besok sudah bisa didistribusikan,” jelasnya.
Mengingat masih tingginya curah hujan, Zamzamir mengingatkan kepada seluruh warga masyarakat untuk tetap waspada dan hati-hati terhadap kemungkinan musibah seperti banjir dan tanah longsor. “Bila permukaan air di Gunung Sahilan surut, biasanya di hilir akan mulai naik. Makanya kita juga mengingatkan warga yang berada di hilir Sungai Kampar Kiri untuk waspada,” ingatnya.
Siagakan Speed Boat
Sementara itu, ditempat terpisah, Kepala seksi Penanggulangan Bencana Asri dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (31/10) mengatakan, mengantisipasi kemungkinan meningkatnya ketinggian air dan meluasnya dampak banjir di Kecamatan Gunung Sahilan, Pemerintah Kabupaten Kampar telah mendirikan dua posko dan mensiagakan 2 unit speed boat.
Selain itu kata Asri, Pemkab Kampar juga mendapatkan bantuan tambahan dari Provinsi Riau. Bantuan ini menurut rencana akan diberikan hari ini, Kamis (1/11).
“Banjir di Kecamatan Gunung Sahilan adalah banjir yang terjadi secara rutin setiap tahunnya. Masyarakat untuk terus waspada karena musim hujan masih akan terus terjadi," sebutnya.
Akibat hujan yang terjadi secara terus-menerus menyebabkan lima desa di Kecamatan Gunung Sahilan mengalami banjir.
“Akibat hujan terus menerus belakangan ini menyebabkan Sungai Lipai, Sungai Sebayang dan Sungai Singingi meluap. Meluapnya sungai tersebut mengakibatkan lima desa di Kecamatan Gunung Sahilan mengalami banjir," ungkapnya.
Korban Jiwa
Sementara itu menurut Zamzamir sampai saat ini belum ada korban jiwa manusia. “Memang ada yang meninggal hanyut tiga orang di Desa Domo Kecamatan Kampar Kiri dan satu orang di Teratak Buluh Kecamatan Siak Hulu, tapi bukan karena musibah banjir,” ujarnya.
Tiga orang yang meninggal di Desa Domo itu, Ali Akbar, Wito dan Zaki, akibat sampan yang mereka tumpangi sepulang dari kebun oleng dan tenggelam. Sementara korban di Desa Teratak Buluh Rafli (5), hanyut saat bermain dengan abangnya di Sungai Kampar.
Sementara itu, Indragiri Hulu, banjir juga terjadi di sepanjang daerah aliran Indragiri, seperti di Kecamatan Peranap, Kelayang, Pasir Penyu, Rengat Barat hingga Kuala Cenaku. Pemkab Inhu, Pemprov Riau diminta untuk mengantisipasi dampak bencana banjir yang merugikan masyarakat tersebut.
"Sedikitnya 300 hektare lahan pertanian, baik palawija, padi maupun perkebunan masyarakat telah terendam,” kata Kepala Desa Sungai Guntung Tengah, Hasanuddin kepada Haluan Riau di Rengat, Rabu (31/10).
Lebih jelas dikatakan, banjir tersebut berasal dari luapan air sungai Indragiri melalui sejumlah anak sungai yang ada di daerah itu, seperti anak sungai Batang Rengat dan sungai Sengkayan serta parit-parit lainnya. “Jika anak-anak sungai dan parit tersebut dipasang pintu air mungkin banjir ini bisa ditanggulangi,” ujarnya.
Kondisi serupa juga diungkapkan oleh Kepala Desa Sungai Guntung Hilir Kecamatan Rengat, Syamsuri, didaerahnya lebih kurang 200 Ha lahan pertanian dan perkebunan masyarakat juga terendam air.
Sementara bagi masyarakat pemilik kebun kelapa sawit dan karet, selama banjir, kebun mereka tidak bisa berproduksi dan tanaman akan rusak.
Atas nama masyarakat, kedua Kepala Desa ini berharap agar Pemkab Inhu, Pemprov Riau maupun pemerintah pusat bisa mencari solusi yang tepat untuk mengantisipasi bencana banjir di DAS Indragiri.
Kondisi serupa juga terjadi di Desa Kuantan Babu, Kampung Pulau, Pasir Kemilu, Sungai Beringin, Sungai Raya Kecamatan Rengat hingga sejumlah Desa lainnya di Kecamatan Kuala Cenaku sepanjang DAS Indragiri
Hutan Dirambah, Banjir Datang
Perambahan Hutan
Sebelumnya, Senin (29/10) banjir juga melanda Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui. Luapan Sungai Nilo itu merendam sedikitnya 70 unit rumah, kebun karet dan sawit milik warga yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) itu.
Menurut Izhon, warga setempar yang juga Presiden Seruan Rakyat Petalangan, banjir yang melanda kawasan desanya itu karena maraknya perambahan hutan kawasan lindung TNTN. Banjir kali ini membuat masyarakat setempat tidak bisa beraktivitas karena perkebunan mereka terendam. "Kita mencoba tetap bertahan. Pasalnya ketinggian air baru mencapai 1 hingga 2 meter. Jika ketinggian air terus naik, terpaksa ikut mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Saat ini barang-barang kita letakan semuanya di bagian loteng," ujar Izhon, salah seorang warga kepada Haluan Riau, Rabu (31/10).
Ditambahkannya, pembalakan liar itu dibiaya para cukong berkantong tebal itu. Kondisi hutan sebagai habitat gajah Sumatera ini, semakin hari kian mengkhawatirkan. "Celakanya, tetap saja masyarakat tempatan yang dijadikan kambing hitam dengan tudingan merambah hutan. Tapi sejujurnya, pihak berwenang silakan turun ke lokasi lihat kondisi real seperti apa," ungkap Izhon yang juga menjabat sebagai Presiden Organisasi Seruan Rakyat Petalangan, Kabupaten Pelalawan.
Para pembalak hutan lindung itu, sambung Izon Presiden Seruan Rakyat Petalangan, mendapatkan lahan dengan membeli melalui oknum ninik mamak setempat.
Parahnya lagi, perambahan hutan di TNTN tersebut ujarnya, selalu masyarakat Lubuk Kembang Bunga yang dikambinghitamkan, selalu warga tempatan yang ditangkap oleh pihak berwenang. Sementara, para pemodal besar tetap lancar dalam melakukan bisnis perambahan.
"Kita menilai, musibah Banjir ini adalah akibat gundulnya hutan. Barangkali ini teguran bagi ninik mamak yang telah menjual kampungnya sendiri," pungkasnya.
Sementara itu, Tokoh Adat yang juga Majelis Tinggi Hukum Adat Petalangan Kabupaten Pelalawan, Arifin, mengatakan, opini yang terus dihembuskan saat ini adalah anak kemenakan warga tempatan yang dituding melakukan perambahan kawasan hutan TNTN. Sementara fakta di lapangan, para investor bermodal besar lengkap dengan peralatan alat berat melakukan pembalakan hutan.
"Sebagai orang adat saya merasa tersinggung. Sebab selalu anak kemenakan warga tempatan yang dijadikan kambing hitam yang melakukan perusakan hutan TNTN. Selalu anak kemenakan yang ditangkap dan dimasukin ke penjara oleh aparat penegak hukum. Sementara para pemodal asing tersebut leluasa mengeksploitasi hutan kita. Menurut saya, ada baiknya jika kita semua menyelamatkan kawasan hutan lindung TNTN dari pembalakan liar, mari kita bentuk tim investigasi turun ke lapangan, kita kumpulkan bukti-buktinya dan Lembaga Adat Petalangan Kabupaten Pelalawan siap bekerjasama," ungkat Arifin, tokoh adat yang bergelar Batin Bunut ini geram.
Jika ada indikasi oknum ninik mamak melakukan penjualan lahan kepada para pengusaha, sambung Airifin, sebagai orang yang dituakan selangkah dalam mengurus anak kemenakan beserta hak-hak adat, akan menyelidikinya, dan jika bukti kuat mengarah ke situ, akan adukan dan diproses secara hukum positif dan Hukum Tinggi Adat Petalangan.
"Jika terbukti para sesepuh adat, para orang tua, ninik mamak, yang melakukan penjualan lahan dan hutan kepada investor, itu kalau bahasa adatnya adalah 'wayang mocah timbo, sokung yang membaak untuh'. Orang yang seperti itu tak bisa dibiarkan berkembang, karena akan terus meracuni dan menggerogoti hak-hak adat," ujarnya (hir/oni/rez/cr04)
Next > |
---|