PEKANBARU-Terkait masih simpang-siurnya perolehan suara dalam ajang Pemilihan Gubernur Riau tahun ini, Komisi Pemilihan Umum Riau diminta menetralkan informasi yang beredar di tengah masyarakat. Sebab, bila aksi saling klaim yang dilakukan tim pemenangan masing-masing calon masih beredar, dikhawatirkan bisa menimbulkan polemik di kemudian hari.
Demikian dilontarkan pengamat politik Universitas Riau, Saiman Pakpahan, Kamis (5/9). "Itu masih ranah tanggung jawab KPU. Bila dibiarkan aksi saling klaim ini terus berlangsung, dikhawatirkan bisa jadi polemik nanti," ujarnya.
Menurutnya, kondisi yang terjadi saat ini, akibat tidak adanya lembaga survei independen yang dirangkul KPU Riau untuk menghitung kalkulasi perolehan suara. Seharusnya, hal ini sudah dipikirkan KPU sejak jauh-jauh hari. Apalagi, banyak daerah lain di Indonesia juga menggelar pemilihan kepala daerah. Namun mereka menyertainya dengan membuat penghitungan dengan menunjuk lembaga independen.
Sementara yang terjadi saat ini, masyarakat Riau yang jadi bingung. Karena tidak ada hasil pemilihan yang bisa dipercaya seratus persen. "Publik berhak mengetahui informasi yang pasti. Bukan dari tim pemenangan calon, karena mereka menghitung sesuai dengan data yang mereka miliki saja," ujarnya.
Heran
Komentar senada juga diungkapkan pengamat politik lainnya, Zaini Ali. Ia mengaku heran dengan kebijakan KPU Riau, yang tidak menyertai Pilgubri kali ini dengan membuat quick count dari lembaga independen. Sementara daerah lain melakukannya sehingga ada kepastian yang bisa dipercaya masyarakat.
Sementara yang terjadi di Riau saat ini, tanpa quick count, ini mudah sekali terjadi penipuan data karena tidak ada data yang bisa dikontrol oleh masyarakat kecuali nanti data-data yang mereka buat. Kalau ini terus berlanjut, menurut Zaini Ali akan muncul konflik nantinya.
"Jelas terlihat KPU kurang konsisten, dia terlalu lemah menegakkan aturan KPU. Itu wilayah hukum KPU, masa KPU bisa disetel," katanya.
Sedangkan pengamat politik lainnya, Andi Yusran mengatakan, sebenarnya ada hak publik untuk mengetahui hasil perhitungan sementara. "Karena publik butuh informasi lebih awal. KPU Riau juga harus menjelaskan, kenapa di Riau tidak melakukan quick count. Padahal hampir seluruh Pilkada Gubernur di Indonesia menggunakannya," ujarnya.
Ketika ditanya tentang tim pemenangan calon yang mengaku calon yang diusungnya unggul, Andi menilai, hal tersebut sah-sah saja. Ia juga menilai tidak akan ada konflik yang muncul akibat hal itu.
"Saya kira tidak perlu ada konflik, mungkin mereka memiliki perhitungan berbeda dengan basisnya sendiri. Misalnya, suara yang dihitung terlebih dahulu pada basisnya masing-masing. Sehingga, Pasangan menilai unggul sementara. Jadi wajar, masyarakat diminta tidak usah dijadikan patokan, karena tunggu saja hasil finalnya nanti,"paparnya.
Di sisi lain, Andi juga mengaku kaget perihal minimnya partisipasi masyarakat Riau menyalurkan hak suara mereka.
"Kabarnya cuma 50 persen. Memang agak terkejut, saya kira ada masalah di sana. Apakah masyarakatnya yang enggan atau karena KPU belum bekerja secara maksimal. Tapi, kita tunggu saja hasil akhirnya nanti," tambahnya.
Menurutnya, hal ini harus dijadikan evaluasi. Misalnya, penyampaian undangan pemilih apakah sudah sampai seluruhnya kepada Pemilih atau dibagikan dalam waktu mendesak sehingga tidak terbagi semuanya, ungkapnya.
"Jika memang hanya 50 persen, berarti ini masuk partisipasi terendah dalam Pilkada pemilihan Gubernur se-Indonesia," ujarnya.
15 September
Sementara itu, Ketua KPU Riau Tengku Edy Sabli tidak mau berkomentar lebih terkait data-data yang mulai beredar. Menurutnya, data resmi yang akan keluar adalah saat KPU Riau memplenokan hasil pilgubri 2013 pada tanggal 15 September mendatang. "Kita akan plenokan dan umumkan hasil itu 15 mendatang," terangnya. (zal, ben, rud)

Next > |
---|