Indonesia menempati posisi ke-4 jumlah penduduk terbesar di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat (AS). Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641 juta jiwa. Dari sensus tahun ke tahun sejak 1971-2010, jumlah penduduk di Indonesia semakin bertambah. Selain jumlah penduduknya yang besar, luas negara kepulauan dan tidak meratanya penduduk membuat semakin banyak permasalahan terkait kependudukan di Indonesia. Permasalahan kependudukan ini apabila tidak dapat diatasi secara dini dapat menjadi ancaman besar bagi pembangunan di Indonesia, terlebih lagi bagi pembangunan kualitas manusia Indonesia sendiri. Laporan Human Development Index (HDI) tahun 2013 yang dikeluarkan oleh The United Nations Development Program (UNDP) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 121 dari 187 negara di dunia. HDI sendiri adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia.
Dengan kualitas manusia yang masih tergolong rendah saat ini, Indonesia dikhawatirkan tidak mampu bersaing di dunia global. Padahal, dengan jumlah penduduk yang mencapai kurang lebih 240 juta jiwa dan ditambah dengan kekayaan alam yang berlimpah, sudah sepatutnya Indonesia dapat menjadi salah satu negara besar di dunia. Bahkan, dengan potensi-potensi yang ada, dapat diolah dan dibentuk sedemikan rupa sehingga dapat meningkatkan kualitas manusianya. Menjadikan kita sebagai bangsa yang mandiri dan tidak bergantung kepada negara lain di berbagai bidang.
Pertumbuhan Penduduk
Saat ini angka kelahiran di Indonesia terbilang cukup tinggi. Berdasarkan laporan Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012, dapat dilihat bahwa angka kelahiran total (Total Fertility Rate atau TFR) adalah 2.6 per wanita. SDKI tahun 2012 ini masih jauh dari yang ditargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014, yakni sebesar 2,1 per wanita.
Apabila kita melihat ke belakang, hasil SDKI ini pun mengalami stagnanisasi. Sejak tahun 2002-2003, hasil SDKI tetap yaitu sebesar 2.6 per wanita. Hal ini menandakan bahwa selama satu dekade terakhir tidak ada perubahan berarti dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk, dan sangat mustahil untuk mencapai angka 2.1 per wanita pada tahun 2014 nanti. Apabila permasalahan ini tidak segera diatasi, lambat laun akan terjadi pembludakan penduduk.
Menekan laju pertumbuhan penduduk bukan suatu pembatasan terhadap hak untuk memperoleh keturunan, melainkan harus dilihat makna di balik hal tersebut. Bukan tidak mungkin pertumbuhan penduduk yang begitu banyak malah menyebabkan kerugian negara. Pembangunan kualitas manusia tidak hanya merupakan tanggung jawab negara, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Dan, hal ini dapat dimulai dari lingkup terkecil, yakni keluarga.
Masih banyak anggapan yang dipercaya oleh masyarakat Indonesia, seperti ungkapan "banyak anak banyak rezeki" ataupun "makan gak makan asal kumpul". Pemikiran-pemikiran tersebut sebenarnya yang menjadikan permasalahan kependudukan di Indonesia semakin besar. Masyarakat kita belum memiliki pengetahuan, pemahaman dan kesadaran yang baik tentang kondisi kependudukan serta keterkaitan timbal baliknya. Yakni, antara dinamika kependudukan yaitu kelahiran, kematian, perpindahan serta kualitas penduduk dengan kehidupan sosial, ekonomi, kemasyarakatan dan lingkungan hidup. Dengan demikian, mereka belum memiliki perilaku yang bertanggung jawab dan peduli terhadap kualitas hidup di era sekarang dan masa-masa mendatang.
Peran Perempuan
Dalam menciptakan manusia yang berkualitas, yang tidak kalah penting diperhatikan adalah upaya untuk memajukan peran perempuan dalam keluarga. Perempuan dapat menjadi pemeran utama dalam menciptakan sebuah keluarga yang sejahtera, berkualitas demi memajukan bangsa dan tentunya mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Ada sebuah adagium mengatakan, "Mendidik seorang pria adalah mendidik satu orang, tetapi mendidik perempuan adalah mendidik bangsa."
Oleh karena itu, saat ini perempuan diharuskan memiliki pendidikan yang tinggi dan dianggap menjadi faktor yang mempengaruhi terbukanya peluang dan kesempatan untuk tampil ke depan, melepaskan diri dari kasus-kasus perlakuan diskriminasi seperti pelecehan hak, isu gender serta menjadi sosok teladan serta tiang kehidupan keluarga.
Namun, tidak serta merta bahwa dengan semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin berhasil pula dalam membangun keluarga sejahtera. Hal ini tergantung bagaimana komitmen dan kepedulian perempuan atau sang ibu dalam membangun keluarganya. Pendidikan tinggi jika tidak disertai dengan komitmen juga tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Namun, dapat dikatakan bahwa perempuan atau ibu yang terdidik pastilah memiliki kelebihan adaptif tertentu yang dapat digunakan untuk menunjang peningkatan mutu dan kualitas keluarganya.
Dengan demikian, upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk ialah peran semua pihak demi menciptakan manusia Indonesia untuk menjadi manusia paripurna, bagi kepentingan keluarganya sendiri maupun kepentingan bangsa dan negara. Tanpa adanya kerja sama dan keinginan yang kuat, mustahil hal tersebut dapat terlaksana. (Amar Wicaksono)

Next > |
---|