JAKARTa-Kontrak minyak dan pertambangan yang banyak menguntungkan pihak asing harus direnegosiasi. Maka dari itu, tidak ada salahnya bila rakyat mendesak pemerintah menasionalisasi perusahaan minyak dan pertambangan asing seperti yang dilakukan Yugoslavia, Bolivia dan Venezuela. "Hal ini disebabkan pengelolaan migas nasional yang sangat buruk, bahkan yang terburuk di Asia. Permasalahan ini berakar dari UU No. 22/2001 tentang Migas yang sangat berpihak kepada pengusaha asing dan melanggar konstitusi," ungkap Pengamat Perminyakan Kurtubi, Minggu (29/4).
Dia menambahkan, para ekonom dan pakar peminyakan sudah banyak memberi masukan seputar kebijakan energi kepada pemerintah, namun pemerintah tidak kunjung mengoreksi berbagai kebijakan energi yang salah dan bertentangan dengan konstitusi. "Pemerintah tampaknya tidak memahami dan sengaja tidak mau mengoreksi kebijakan energi yang keliru," demikian disampaikan Kurtubi.
Menurutnya, ada banyak kepentingan bisnis dan politis di balik bermacam kebijakan energi yang tidak benar itu, sehingga malah merugikan kepentingan bangsa dan negara Indonesia. "Beberapa tokoh nasional sudah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena UU Migas jelas bertentangan dengan konstitusi serta menghilangkan kedaulatan negara," tutup Kurtubi.
Tak Efektif
Sementara itu, DPR menilai Peraturan Menteri ESDM terkait penghematan energi yang selama ini ada belum berjalan efektif. Pasalnya, pada tahun-tahun lalu meskipun sudah ada beberapa Permen ESDM terkait penghematan energi, tetapi belum mampu menekan subsidi energi yang realisasinya terus melonjak.
Demikian disampaikan Anggota DPR RI Komisi VII dari Fraksi Golkar Satya W Yudha, Minggu (29/4). "Permen itu tidak efektif, buktinya ada program-program hemat listrik, seperti lampu hemat energi, tetapi subsidi listrik terus meningkat, efektivitasnya belum ada, subsidi energi harusnya bisa ditekan, itu saja ukurannya," tegas Satya.
Agar tidak terulang, Satya menyarakan agar aturan terkait penghematan energi ini bisa berjalan dengan optimal diperlukan tidak hanya Peraturan Menteri melainkan Peraturan Presiden dengan sanksi hukum yang jelas. "Selama ini kan Permen itu sifat peraturan begitu lemah pengawasannya. Seharusnya, Perpres dengan sanksi hkum, tanpa ada perppres tidak jelas, itu buat bentuknya hanya seperti imbauan," ujarnya.
Satya menyatakan bentuk program penghematan energi ini sepenuhnya ditentukan pemerintah. Hanya saja, pihak DPR RI perlu melakukan pengawasan agar jumlah kuota BBM bersubsidi yang telah ditetapkan dalam APBN tidak bobol. "Pemerintah dan DPR itu kan menentukan kuota, tahun ini BBM bersubsidi ditetapkan 40 juta kilo liter, harus ada penghematan agar tidak over kuota. Untuk itu perlu pengajuan program-program supaya tidak over," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan akan mengeluarkan Permen ESDM terkait upaya penghematan BBM dan listrik yaitu melarang mobil dinas pemerintah menggunakan BBM bersubsidi dan adanya penghematan listrik di setiap kantor pemerintah. "Sudah ada Permen ESDM, yang mobil dinas juga ada Permen ESDM. Jadi gedung-gedung pemerintah nanti disidak, harus mati listriknya pada jam berapa lampunya, itu mengehamat listrik yang otomatis akan menghemat BBM," ungkapnya beberapa waktu lalu.
BBM Tetap Dibatasi
Pada kesempatan lain, Menteri Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan pembatasan BBM bersubsidi tetap akan dilakukan pemerintah. Menurutnya, sampai saat ini pemerintah masih mempersiapkan konsep yang tepat.
Hatta menjelaskan belum di putuskannya pembatasan, karena Ia menilai setiap kali pemerintah berbicara mengenai BBM dan ekonomi seringkali disangkutpautkan dengan masalah politik. "Saudara tahu kan tidak mudah kalau soal bicara BBM. Acap kali kita bicara soal ekonomi dianggap kita bicara soal politik. Oleh karena itu, penerapan ini harus betul-betul kita jalankan dan sosialisasikan dengan cermat," ujar usai menghadiri acara Maju Bersama PAN dalamkegiatan Pelatihan Kewirausahaan di World Trade Center (WTC) Surabaya, Minggu (29/4).
Ia pun berharap konsep penerapan pembatasan BBM bersubsidi bisa segera diselesaikan. Selain itu ia menegaskan jika sampai sejauh ini pemerintah sudah siap. "Mudah-mudahan bulan Mei konsepnya sudah selesai awal ke pertengahan. Yang paling penting perlu saya katakan jika intinya kita siap," tegas Hatta.
Ditanya lebih lanjut terkait kesiapan pemerintah. Hatta dengan tegas jika penerapan pembatasan BBM bersubsidi harus tetap dilakukan meski nantinya dalam pelaksanaannya terdapat kontroversi dari berbagai pihak. "Siap itu, bisa diterima, walaupun, tentu apa yang kita terapkan ada kontorversial, ada pro kontra. Tapi tetap saja pengendalian harus. Karena jika tidak subsidi bisa membengkak," pungkasnya. (okz/dtf/sri)
Next > |
---|
Comments