Jakarta-Insiden LP Tanjung Gusta dipicu mati lampu dan air yang tak mengalir. Pengelolaan penjara pun dipertanyakan dan muncul wacana diikutsertakannya pihak ketiga atau swasta dalam pengelolaan lembaga pemasyarakatan, perlukah? Pihak swasta yang berorientasi pada keuntungan dianggap bisa memanfaatkan para napi atau penghuni lapas. Tidak hanya sandal hotel atau kaos, tapi bisa saja nanti knalpot kendaraan bermotor buatan penghuni lapas.
"Ada area tertentu di dalam penjara yang memang dikelola oleh swasta dengan orientasi mencari keuntungan. Misalkan sipirnya kita outsource saja, penyediaan makanan memakai jasa katering. Kita alih fungsikan gimana ini tidak hanya menjadi tempat untuk mengurung orang," kata pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amril, Sabtu (13/7).
Hal ini disampaikan Reza karena melihat persoalan teknis yang dianggap sepele bisa memicu kaburnya ratusan penghuni LP dengan cara membakar penjara. Swastanisasi lapas sendiri sudah dilakukan di Australia dan beberapa negara barat.
"Bahkan antara pemerintah swasta dalam mengelola penjara bisa menghemat 20 persen biaya operasional. Ini kita baru bicara uang, belum lagi kita bicara tentang manfaat positif psikologis bagi para napi di mana ada dorongan untuk tetap produktif dan punya rasa percaya diri," ujar Reza.
Reza menambahkan swastanisasi tersebut harus melalui regulasi pemerintah yang ketat agar tidak terjadi kecurangan atau perbudakan. "Namun yang menakutkan privatisasi ini justru akan membuat peluang mencari keuntungan dengan cara-cara yang tidak sehat," ujar Reza.
"Di beberapa lapas saya pikir siap. Seperti di lapas besar kayak Cipinang dan Salemba, di mana masyarakat dan juga pusat kekuasaan bisa membantu proses itu terjadi. Saya yakin bisa," ujar Reza menambahkan. (dtc/ral)

Next > |
---|