MASYARAKAT Kepulauan Meranti sejak dulu kala sudah menjadikan tepung sagu menjadi makanan pokok sehari-hari. Tanaman sagu yang tumbuh subur di daerah Kepulauan Meranti membuat tanaman ini menjadi salah satu tanaman pokok. Satu batang pohon sagu bisa menghasilkan delapan hingga 15 tual batang sagu, yang sudah dipotong untuk diolah di pabrik atau diolah secara tradisional. Satu tual sagu bisa menghasilkan 30 hingga 40 kilogram sagu basah. Sagu basah itu lalu diolah ke berbagai bentuk dan jenis makanan yang bercita rasa gurih dan lezat. Produk sagu ini menjadi makanan pokok bagi masyarakat Meranti sejak dulu kala, hingga saat ini terus mengalami pengembangan turunan makanan berbahan sagu.
Pengolahan menjadi tepung sagu itu juga tidak terlalu sulit dilakukan. Sebelum ada pabrik yang mengolah sagu secara modern, masyarakat cukup mengolahnya secara tradisional. Kulit pohon sagu dikelupas dan menemukan inti sagu yang lunak. Dengan memarut bagian inti sagu itu, lalu di irik-irik (dipijak) untuk mengeluarkan pati sagu yang dialirkan melalui air bersih. Air lalu ditampung dalam bejana yang disediakan.
Setelah selesai diirik-irik dan diperkirakan pati sagu sudah keluar semua, lalu didiamkan untuk proses pengendapan. Akhirnya setelah terjadi pengendapan, lalu airnya dikeringkan, sehingga jadilah sagu basah.
Sagu yang sudah menggumpal itupun lalu diolah lalu dijadikan makanan apa saja. Apakah dijadikan makanan sempolek atau sagu kering yang digonseng dan dicampur dengan kelapa yang siap untuk disantap.
Yang pasti pengolahan sagu itu dulunya bisa diolah oleh keluarga secara tradisional.
Namun perkembangan zaman yang semakin maju, pengolahan sagu itupun terus berkembang dari waktu ke waktu, hingga pengolahan saat ini dengan menggunakan teknologi modern. Sehingga rendemen sagu semakin meningkat, dibanding dengan pengolahan sistem tradisional.
Dengan menggunakan sistim teknologi modern, pengupasan kulit sagu juga sudah dilakukan oleh mesin yang dikendalikan sistem digital.
Kemudian dihancurkan dan diperas untuk mendapatkan inti sagu, kemudian dialirkan ke bak penampung yang telah disediakan.
Dari bak penampung endapan sagu yang masih basah itu, lalu dikeringkan dengan suhu yang telah diatur hingga benar-benar kering. Setelah kering kemudian dimasukkan ke dalam goni untuk selanjutnya dikepak dan siap untuk diekspor.
Pengolahan sistim teknologi modern tersebut telah dilakukan perusahaan PT NSP, yang beroperasi di Teluk Buntal, Kecamatan Tebingtinggi Timur sejak dua tahun terakhir.
Multi Fungsi
Pohon sagu selain menghasilkan sagu basah dan kering yang dijadikan bahan makanan dan puluhan jenis makanan turunan sagu itu, ternyata ampasnya juga bisa dijadikan pakan ternak. Ampas sagu yang banyak ditemukan itu ternyata sangat cocok untuk berbagai jenis hewan piaraan. Mulai dari pakan untuk ikan kerambah, ayam petelur dan ayam potong, serta pakan ternak seperti babi, sapi dan hewan ternak lainnya.
Sehingga ampas sagu senantisa menjadi incaran para peternak. Baik di daerah Meranti maupun bagi kepentingan peternak yang sengaja datang untuk membeli ampas sagu itu.
Pakan ternak untuk babi misalnya, ternyata sudah lama dilakukan oleh warga turunan Tionghoa yang memelihara ternak babi, yang terdapat di berbagai kawasan di Kepulauan Meranti. Para pemilik kilang sagu sejak awal mendirikan pabrik tidak pernah membuang ampas sagu tersebut.
Para pengusaha kilang sagu itu menjadikan ampas sagu atau sisa hasil perasan itu, walau sudah tergolong limbah itu toh bisa mendapatkan pemasukan atau keuntungan bagi pemilik sagu.
Manfaat ampas sagu itu ternyata hampir sama gunanya dengan ampas tahu yang juga sangat baik untuk pakan berbagai jenis ternak. Dengan demikian, masa depan perkebunan sagu di Meranti akan semakin cerah. Kebun sagu akan semakin bernilai karena berbagai fungsi yang didapatkan dari pohon sagu tersebut.
Bio Etanol
Air limbah buangan dari pabrik sagu ternyata juga menyimpan potensi bahan bakar untuk listrik. Buangan limbah tersebut mengandung etanol yang bisa dibuat menjadi potensi bahan bakar pembangkit listrik. Hanya saja sejauh ini teknologi pemanfaatan air limbah pabrik sagu tersebut masih belum dilakukan penelitian lebih dalam.
Namun dari berbagai kejadian dan fakta lapangan menunjukkan bahwa limbar cair dari kilang sagu itu memiliki bahan etanol. Sehingga orang yang tercebur ke laut bekas pembuangan limbah cair itu bisa mengakibatkan kematian, akibat kekurangan oksigen di area itu. Walau sejauh ini masih belum dilakukan penelitian secara seksama seberapa besar potensi etanol yang dihasilkan dari limbah cair yang dibuang ke laut dalam hitungan volume limbah perlitenya.
Namun yang pasti, limbah cair buangan dari pabrik sagu itu ternyata juga bisa menghasilkan potensi bahan bakar, yang sebelumnya tidak diperhitungkan tersebut. Untuk itu juga telah diwacanakan bagi pengusaha kilang sagu yang akan membangun pabrik baru akan dibebankan syarat untuk membangun Unit Pengelola Limbah (UPL) sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Sedangkan bagi kilang atau pabrik yang sudah beroperasi selama ini secara perlahan juga akan disarankan untuk membangun UPL, sehingga seluruh kilang sagu yang ada nantinya terbebas dari limbah yang bisa membahayakan lingkungan itu. Inilah gambaran bahwa berbagai potensi sagu itu bisa dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat.
Bahan etanol yang dihasilkan oleh limbah cair itu, setidaknya untuk bisa memberikan kebutuhan listrik di kawasan kilang sagu sebagai langkah penghematan pemakaian BBM.
Kulit Sagu
Kulit sagu adalah bagian luar dari pohon sagu yang berstektur keras. Sedikit lebih keras dari kulit batang kelapa dan lebih lunak dari kulit pohon aren. Kulit sagu tersebut juga disebut masyarakat Meranti 'rebbu'. Kulit itu ternyata bisa diolah menjadi bahan bakar yang akan dijdikan sebagai pengganti bahan bakar arang untuk pemanas ruangan di negara-negara Eropa yang memiliki musim dingin.
Kulit sagu yang sudah diolah itu akan dijadikan menyerupai kriket pada batu bara dibentuk semacam tablet besar, lalu dipres sedemikian rupa, sehingga akan dijadikan menjadi bahan bakar. Saat ini sebuah perusahaan luar negeri telah menanamkan investasinya di Meranti. Diharapkan dalam waktu ekat ini juga perusahaan tersebut akan melakukan pengiriman perdana ke luar negeri.
PT Sararasa Biomass yang telah mengolah kulit sagu itu untuk dijadikan dalam bentuk tablet besar yang nantinya akan diekspor ke berbagai Benua Eropa. Saat ini perusahaan tersebut masih belum melakukan ekspor. Namun kepada pihak Bea dan Cukai Selatpanjang telah diberikan gambaran tentang produk apa yang akan mereka ekspor dari Selatpanjang.
Tumbuhan sagu yang cukup luas di Meranti saat ini sangat menjamin keberadaan bahan baku industri. Menurut data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti jumlah luasan tanaman pohon sagu tanaman rakyat di Kepulauan Meranti terdiri dari, tanaman sagu rakyat di Kecamatan Tebingtinggi seluas 356 hektare. Di Kecamtan Tebingtinggi Barat, terdapat 8.856 hektare, Kecamatan Rangsang, 2.438 hektare.
Di Kecamatan Rangsang Barat, seluas 440 hektare, Kecamatan Merbau, seluas 8.259 hektare, Tebingtinggi Timur, seluas 16.314 hektare dan Kecamatan Pulau Merbau, seluas 1.125 hektare. Dengan total luas kebun sagu rakyat seluas 37.788 hektare. Belum terdata berapa luas kebun sagu yang masuk ke Kecamatan Putri Puyu dan Kecamatan Rangsang Pesisir.
Dengan jumlah pekebun sagu itu secara keseluruhan sebanyak 6.691 KK, dengan estimasi produksi 198,162 ribu ton per tahun. Luas lahan sagu dan produksi itu masih belum dihitung dari luas lahan PT NSP maupun produksi sagu kering yang dihasilkan oleh perusahaan nasional tersebut.
Luas tanaman sagu yang sudah ditanam PT NSP saat ini sekitar 11 ribuan hektare dengan target produksi nantinya 100 ton tepung kering per hari. Sementara saat ini perusahaan tersebut baru berhasil mengolah tual sagu sebanyak 1.500 tual per hari. Dengan produksi sekitar 30 ton tepung kering per hari.
Diekspor ke Jepang
Produk tepung sagu kering yang dihasilkan pabrik sagu yang ada di Desa Kepau Baru, Kecamatan Tebingtinggi Timur, milik PT National Sago Prima, sebagian produk ternyata di ekspor ke negara Jepang. Seluruh produksi tepung kering tersebut sebelumnya dikirim ke Cirebon. Dari Cirebon lalu dikirim ke Jepang dan termasuk dikirim ke berbagai kota dan daerah lain di Indonesia.
Adapun goni sebagai kemasan produk tepung sagu dari Meranti tersebut, saat ini masih tertulis Prima Starch atau tepung prima. Belum mencantumkan nama atau label Meranti. Namun jajaran perusahaan telah sepakat pada cetakan goni berikutnya akan menampilkan nama Meranti sebagai daerah produksi dari tepung sagu itu.
Ke depan tidak akan terjadi lagi manipulasi data seperti yang terjadi pada susu kuda dan yang punya nama adalah lembu atau sapi.
Produk tepung sgu dari Meranti, selama ini justru nama Cirebon yang menjadi masyhur. Ke depan sesuai komitmen perusahaan PT NSP seluruh produk tepung sagu yang diproduksi dari Kabupaten Kepulauan Meranti itu akan ditempelkan nama produksi dari Meranti.
Biarpun produk ini akan dibawa ke luar negeri maupun akan dipasarkan dalam negeri, nama Meranti akan wajib dicantumkan. Sehingga Meranti akan dikenal masyarakat luas sebagai salah satu daerah di Provinsi Riau sebagai daerah penghasil sagu terbesar.
Kehadiran perusahaan pengolah sagu dengan menggunakan teknologi modern itu juga telah membuka lowongan pekerjaan baru bagi masyarakat Meranti. Setidaknya perusahaan tersebut telah memperkerjakan 400-an tenaga kerja lokal. Belum lagi multy flayer effect atas kehadiran perusahaan tersebut membawa dampak positif bagi pertumbuhan perekonomian Meranti, kini dan dimasa datang.
Daun Sagu
Mulai dari tepung, limbah dan kulit sagu bisa dimanfaatkan oleh manusia. Dengan menggunakan teknologi, potensi yang dihasilkan sagu cukup beragam. Sehingga keberadaan pohon sagu memang menjadikan multi potensi yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah.
Demikian juga daun sagu yang disemat menjadi atap rumah atau pondok yang bisa menyejukkan ruangan. Sejak zaman baholak hingga zaman canggih saat ini, kebutuhan daun sagu masih terus meningkat dari waktu ke waktu. Ringan dan murah meriah namun memberikan nuansa kesejukan.
Para ibu rumah tangga di berbagai desa dan kecamatan se Kepulauan Meranti senantiasa memanfaatkan waktu luang yang ada untuk membantu menambah keuangan keluarga dengan berprofesi sebagai penyemat daun sagu atau daun rumbia. Daun sagu yang berwarna hijau itu diambil lalu disemat menjadi atap daun.
Bagi rumah atau pondok yang terbuat dari atap daun rumbia itu akan menghadirkan suasana sejuk dalam ruangan. Panas terik yang dihasilkan musim kemarau, jika berteduh di bawah atap daun itu perasaanpun akan lega seketika. Apalagi disertai dengan tiupan angin mamiri yang berhembus seiring dengan mulainya naik pasang oleh ombak yang datang dari Selat Malaka itu.
Sehingga pondok atap daun yang dibuat menjadi atap restoran atau rumah makan di berbagai tempat di kota Selatpanjang itu menghadirkan suasana asri kepulauan. Ditambah lagi dengan lauk pauk yang dihasilkan oleh berbagai seafood dari lautan yang luas itu. Menambah selera makan yang dilengkapi dengan minuman cendol sagu yang terbuat dari bahan sagu itu juga.
Pohon sagu memang memberikan multi fungsi bagi peradaban manusia di Kepulauan Meranti. Maka tidak salah jika Meranti menjadikan pohon sagu menjadi salah satu ikon Meranti, bahkan dengan keberadaan sagu itu telah diusulkan agar daerah Meranti dijadikan sebagai daerah cluster sagu nasional. (Adv Pemkab Meranti)

Next > |
---|