PEKANBARU , HALUAN RIAU -Kejaksaan Tinggi Riau terus memantau perkembangan Jembatan Siak III yang dinilai gagal konstruksi. Hal ini diungkapkan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Eddy Rakamto, Senin (9/12). Dikatakannya, pihaknya juga mempelajari dugaan kerugian negara pada proyek Jembatan Siak III itu.
"Dalam Undang-Undang Jasa tentang Pengadaan Barang dan Jasa, terdapat hukum perdata dan pidana. Untuk persoalan perdatanya, pihak kontraktor dan pengguna anggaran tengah melakukan perbaikan. Sementara untuk pidana dan unsur kerugian negaranya sedang kita pelajari, sambil kita pantau tindakan pemeliharaan yang dilakukan," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan Eddy Rakamto, saat ini Unit Pemantau Kinerja Pemerintah saat ini juga tengah melakukan penajaman terhadap 10 area rawan korupsi, yang satu di antaranya tentang pengadaan barang dan jasa.
Kejati
Karena itu pihaknya terus meminta masukan dari seluruh masyarakat Riau.
Untuk diketahui, Jembatan Siak III yang dibangun dengan anggaran total hampir Rp400 miliar sejak selesai dibangun dan diresmikan tanggal 4 Desember 2011 lalu, sudah mengalami kerusakan dan diduga gagal konstruksi. Jembatan terlihat melengkung, sehingga beban jembatan yang sebelumnya direncanakan bisa dilalui kendaraan berat sebanyak 15 unit dengan kapasitas masing-masing 20 ton, kenyataannya hanya bisa dilalui kendaraan sekitar 3 ton.
Meski sudah dua tahun tak bisa difungsikan sesuai perencanaan karena rusak, baru tanggal 4 Desember 2013 lalu dilakukan perbaikan dan penutupan jembatan untuk umum.
Terkait hal ini, pihak asosiasi kontraktor konstruksi menilai hal itu merupakan bukti bahwa jembatan tersebut gagal konstruksi. Karena itu, mereka meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera bertindak.
Pihak Asosiasi Kontraktor Konstruksi menilai hanya KPK yang bisa diandalkan masyarakat Riau untuk mengusut korupsi di Dinas PU Riau itu.
Menurut pihak asosiasi kontraktor konstruksi, sesuai Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999 pasal 41 hingga pasal 44 telah diatur mengenai sanksi apabila terjadi gagal konstruksi itu. Yakni kontraktor harus ditarik jaminan pelaksanaannya sbesar 5 persen dari nilai kontrak (Rp130 miliar pekerjaan terakhir) dan 5 persen lagi jaminan pemeliharaan. Sehingga kontraktor dikenakan sanksi 10 persen dari Rp130 miliar. Ini harus disetor ke kas negara.
Selain pengguna anggaran (Dinas PU Riau), perencana serta pengawas juga harus dikenakan sanksi denda masing-masing 5 persen dari nilai kontrak.
Tidak hanya sanksi administrasi. Sesuai UU Jasa Konstruksi itu juga ada sanksi pidana. Sesuai pasal 41 hingga 44 disebutkan, ancaman pidana bagi perencana maksimal 10 tahun, kontraktor, pengawas dan lainnya masing-masing maksimal lima tahun penjara. (hen)

Next > |
---|