Haluan Riau

Tuesday, May 21st

Last update07:53:24 PM GMT

You are here: NEWS NASIONAL Jaksa Tuntut Terdakwa Kasus Bioremediasi

Jaksa Tuntut Terdakwa Kasus Bioremediasi

JAKARTA-Persidangan terdakwa dalam kasus perkara bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, Herlan bin Ompo, selaku Direktur PT Sumigita Jaya dan Ricksy Prematuri, selaku Direktur PT Green Planet Indonesia, Jumat (26/4) memasuki tahap pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kedua perusahaan tersebut adalah kontraktor yang ditunjuk oleh PT CPI untuk membantu dalam pelaksanaan kegiatan bioremediasi. Pada persidangan yang terpisah, kedua terdakwa duduk sendirian tanpa didampingi penasihat hukum mereka.Sebagaimana diketahui, penasehat hukum Herlan, yang diketuai oleh Hotma Sitompoel, telah melakukan aksi walk out pada persidangan yang diadakan pada Jumat (19/4) pekan lalu, sementara penasehat hukum Ricksy pada Senin (22/4).


Walk out ini dikarenakan majelis hakim telah dinilai tidak adil dalam memberikan kesempatan kepada penasehat hukum untuk menghadirkan saksi meringankan dan ahli. Majelis Hakim telah memberi kesempatan jaksa untuk menghadirkan saksi selama empat bulan, sementara terdakwa hanya diberi kesempatan selama satu minggu.


Dalam persidangan ini, Herlan dituntut oleh jaksa penuntut umum agar dihukum dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan.


Selain itu, Herlan juga dituntut untuk membayar denda senilai Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan diwajibkan untuk membayar uang pengganti kerugian negara senilai US$ 6,9 juta.


Jaksa penuntut umum menyatakan, PT Sumigita Jaya tidak memenuhi beberapa kualifikasi untuk membantu PT CPI dalam pelaksanaan kegiatan bioremediasi. Salah satu kualifikasi tersebut, menurut jaksa penuntut umum, adalah PT Sumigita Jaya tidak memiliki izin pengelolaan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Begitu pula dengan PT CPI yang izinnya sudah habis berlaku hingga 2008.


Abaikan FaktaSementara itu Ricksy dituntut oleh jaksa penuntut umum agar dihukum dengan pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara. Dan membayar denda sebesar Rp1 miliar serta uang pengganti sebesar US$ 3,08 juta atau sama dengan jumlah yang dibayarkan PT CPI ke PT GPI. Jaksa mengabaikan fakta, jumlah tersebut dibayarkan ke perusahaan atas jasa yang sudah dilakukan, bukan individu.


Dalam tuntutannya, jaksa tidak menggunakan peraturan yang berlaku sebagai dasar. Melainkan hanya menggunakan keterangan saksi ahli bernama Edison Effendi. Salah satu peraturan yang diabaikan jaksa, adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 128/2003 yang menyebutkan, tanah tercemar dengan total petroleum hydrocarbon (TPH) di bawah 15 persen harus dibersihkan. Sementara, versi Edison, tanah yang harus dibersihkan hanya yang memiliki TPH sebesar 7,5-15 persen.


Kepala Deputi IV KLH, Masnellyarti Hilman, di beberapa persidangan lalu menjelaskan, izin bioremediasi dan pengelolaan limbah hanya diwajibkan bagi penghasil limbah, yaitu PT CPI. Sementara itu, kontraktor pelaksana tidak perlu mengurus izin. KLH memberi persetujuan kepada PT CPI untuk terus melakukan kegiatan bioremediasi saat izin sedang diperpanjang karena pemulihan tanah tecemar minyak tidak bisa ditunda, sesuai dengan pasal 54 Undang-Undang 32 Tahun 2009.


Di luar persidangan, salah satu penasehat hukum Ricksy, Najib Ali Gisymar, menyatakan, tuntutan jaksa menunjukkan sistem hukum yang tidak adil. Jaksa menuntut kliennya dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi walaupun tidak ada unsur pejabat negara yang terlibat, baik dari SKK Migas ataupun Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).


Dalam persidangan sebelumnya, Deputi Umum SKK Migas, Johannes Widjonarko, menyatakan, WP&B PT CPI telah dibahas bersama dan disetujui SKK Migas.Corporate Communication Manager Chevron, Dony Indrawan, menilai, tuntutan jaksa terhadap para terdakwa kontraktor adalah telah mengabaikan sepenuhnya fakta-fakta selama persidangan. Tidak ada bukti yang sah yang diajukan oleh jaksa mengenai kerugian negara yang menjadi dasar tuduhan korupsi terhadap masing-masing individu dan  tidak ada bukti adanya tindakan pidana dari para terdakwa ini yang menjadi dasar penyidikan untuk menuntut mereka.(rls/mel)

AddThis Social Bookmark Button

Add comment


Security code
Refresh