Seorang lelaki tua yang berkulit gelap, raut wajahnya yang penuh dengan gurat-gurat menunjukkan betapa beratnya beban hidup yang dia tanggung. Siang itu lelaki tua itu satu saf dengan saya salat zuhur berjemaah di musala kantor. Lelaki tua yang mengenakan baju agak lusuh itu tentu kentara sekali dengan para jamaah di kantor saya ini. Mereka memakai baju seragam alias pakaian dinas harian dan semua hampir relatif muda. Wajah bapak tua itu, rasanya bukan pertama kali saya lihat. Rasanya sudah tiga atau empat kali. Setelah selesai salat zuhur berjamaah dia lalu mengambil sebuah bungkusan plastik hitam yang dia letakan di sudut musala. Lalu dia masuk ke ruangan kantor menawarkan sebuah benda berbentuk lonjong kepada beberapa ibu-ibu muda yang menjadi pegawai di kantor saya. Dengan isyarat yang halus para ibu muda itu menyatakan tidak berminat dengan labu yang dibawa oleh lelaki tua itu. Lalu dia terus berusaha dan tiba pada seorang ibu muda lainnya, ternyata sudah terlihat si bapak tua menerima sehelai lembaran uang yang berwarna hijau muda. Sejenak pak tua merogoh sakunya yang setengah robek itu mencari kembalian uang, si ibu muda menyatakan buat bapak saja. Tampak wajah yang sangat bahagia lalu lelaki tua itu meninggalkan kantor dan hilang di antara lorong lorong.
Di suatu siang yang lain, wajah lelaki tua itu kembali ada di kantor. Dan saya kebetulan satu saf lagi dengan dia hari. Selesai salat zuhur dia mengambil barang yang dibungkus dengan kantong plastik warna hitam yang diletakan di sudut musala. Sejenak sebelum dia menghilang dari ruangan itu saya menyapa sang lelaki tua itu. Bapak tinggal di mana? "Di sebuah gubuk yang jauh dari sini," jawabnya. Bagaimana bapak sampai ke sini? dia menjawab, dia punya dua kaki. Lalu saya bertanya lagi apakah tak ada anak atau cucu bapak yang mau membantu atau mengantarkan atau menjualkan barang bawaan bapak? Dia menjawab, tak mau tergantung pada anak dan cucu. Tapi bapak kan sudah tua, untuk berjalan saja bapak sudah susah? Dia hanya tersenyum dan saya belum mampu mengartikan senyuman itu.
Bertemu dengan lelaki tua itu saya teringat dengan betapa banyaknya orang lanjut usia yang masih bekerja demi mencari sesuap nasi. Betapa banyak orang lanjut usia yang meminta-minta di perempatan jalan. Betapa banyaknya lanjut usia yang terpinggirkan dan dititipkan di panti jompo dengan alasan anaknya bekerja dan tak ada yang mengurusnya di rumah. Betapa banyak lanjut usia yang tak mempunyai rumah sendiri yang baik dan entah berapa. Bahkan dalam sebuah running text di sebuah televisi swasta terbaca, Kemensos melansir ada 2,8 juta lansia yang terlantar di negeri ini.
Sebenarnya siapa sebenarnya orang lanjut usia itu? Apa yang dapat dilakukan oleh kita untuk orang lanjut usia? Menurut Undang-undang No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, Lansia adalah orang yang telah berusia 60 tahun ke atas. Sementara telah banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah pusat maupun daerah terhadap lansia misalnya pemerintah membentuk Komnas Lansia (Komisi Nasional Perlindungan Penduduk Lanjut Usia), dan merancang Rencana Aksi Nasional Lanjut Usia di bawah koordinasi Kantor Kementerian Koordinator Kesra. Komnas Lansia dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 52 Tahun 2004 dan bertugas sebagai koordinator usaha peningkatan kesejahteraan sosial orang lanjut usia di Indonesia.
Pemerintah pusat melalui Kemensos, misalnya Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufri memberikan bantuan untuk memperbaiki rumah kalangan manusia lanjut usia (lansia) yang rubuh di Kampung Kambing Citeureup, Bogor, Jawa Barat. Pemerintah daerah juga tidak ketinggalan dalam membina lanjut usia, misalnya membuat acara senam bersama, berbagai perlombaan, dan penyerahan paket bantuan bagi orang lanjut usia. Selain itu juga mengadakan seminar dan diskusi bertemakan orang lanjut usia.
Pemerintah pusat maupun pemerimtah daerah sudah banyak melakukan upaya terhadap orang lanjut usia. Nah sekarang bagaimana dengan kita? Paling tidak sedikitnya ada 2 hal yang dapat kita lakukan. Misalnya dari sisi keluarga, mari kita bertekad dan juga mengamalkan orang tua kita yang ada di rumah kita masing-masing jangan sampai hidup di luar rumah kita. Bukankah Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabatnya, siapakah yang aku harus hormati ya Rasulullah, beliau menjawab, ibumu, siapa lagi ya Rasulullah, ibu, siapa lagi, ibumu, siapa lagi ya Rasulullah, Bapak mu.
Dari sisi masyarakat, mari kita tingkatkan perhatian kita terhadap orang lanjut usia di sekeliling kita. Dengan begitu kita yakini, 2,8 juta orang lanjut usia yang disebutkan terlantar akan semakin berkurang. Semoga. (Didedikasikan dalam rangka Hari Kesehatan Nasional)( DR H Jondri Akmal)

Next > |
---|