Haluan Riau

Wednesday, Sep 25th

Last update08:09:16 PM GMT

You are here: NEWS GAGASAN Lansia Membangun Bangsa

Lansia Membangun Bangsa

Dua hari lagi, tepatnya tanggal 29 Mei 2013, penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia yang jumlahnya hampir mencapai sekitar 25 juta bersama-sama akan memperingati Hari Lanjut Usia Nasional (Halun) 2013. Sejak motto khusus dicanangkan oleh Wakil Presiden RI, Prof Dr Boediono tahun lalu, yakni bahwa "penduduk lanjut usia peduli harmonisasi dan pemberdayaan tiga generasi", penduduk lansia Indonesia tidak lagi mau dikatakan sebagai sisa pembangunan yang kebetulan tidak meninggal dunia.

Penduduk lansia muda, di bawah usia 70 tahun, siap tetap aktif dalam pembangunan bangsa, penduduk lansia muda, berusia antara 70-80 tahun, membantu pemberdayaan generasi muda dan generasi anak-anak di pedesaan. Sedangkan penduduk lansia paripurna, berusia di atas 80 tahun, mempunyai tanggung jawab ikut serta memelihara moral dan kepribadian anak cucunya di seluruh Tanah Air.
Melalui tekad yang luhur itu, dipelopori oleh para anggota Persatuan Wredatama RI (PWRI), para pensiunan pegawai negeri dan pegawai BUMN, yang beranggotakan sekitar 2,3 juta dan tersebar di seluruh Tanah Air, dewasa ini makin peduli terhadap keluarga miskin yang ada di sekitarnya. Sebagaian besar di antara mereka bergabung dan mulai ikut mengembangkan pos pemberdayaan keluarga (posdaya) di pedesaan sebagai forum silaturahmi untuk menyegarkan kembali budaya gotong-royong di antara sesama keluarga di pedesaan.
Para pensiunan, dalam rangka tetap memelihara budaya hidup sehat mengajak keluarga pedesaan ikut serta memelihara kebersihan lingkungan, menganjurkan kegiatan olah raga serta aktif mengikuti berbagai kegiatan pembangunan di pedesaan. Pembangunan itu sendiri dibiayai oleh pemerintah dan atas prakarsa masyarakat secara mandiri.
Tidak jarang, para lansia yang anak-anaknya sudah mentas dan tidak lagi tinggal bersama orangtua, dan hanya tinggal berdua bersama sang isteri, mempersilahkan penduduk setempat mempergunakan rumahnya untuk kegiatan sosial. Mereka membuka rumahnya menjadi tempat pertemuan dan silaturahmi antarwarga membangun kegiatan pendidikan usia dini (PAUD), kursus-kursus ketrampilan untuk anak-anak muda, serta tidak jarang menjadikan tempat itu kegiatan ekonomi keluarga sekitar untuk usaha mikro dan kecil yang mendatangkan untung untuk mengentaskan kemiskinan.
Kegiatan sosial itu menjadi semakin teratur sejak PWRI menganjurkan para anggotanya aktif terjun dalam kegiatan pengembangan posdaya di desanya. Para lansia itu secara aktif bersama para mahasiswa yang terjun dalam kegiatan KKN Tematik Posdaya ikut menjadi tuan rumah dari kegiatan kursus ketrampilan yang mudah diikuti oleh keluarga miskin di pedesaan. Keluarga di kampung yang biasanya sukar mendapatkan tempat pelatihan, oleh lansia yang kebetulan mampu, dengan senang hati dapat mempergunakan rumahnya untuk kegiatan yang menguntungkan orang banyak.
Lebih dari itu, Koperasi Wredatama, yang biasanya hanya melayani anggota PWRI, sekarang melalui rapat anggota memutuskan bahwa keanggotaannya diperluas dan dapat diikuti oleh mereka yang bukan pensiunan pegawai negeri. Dengan demikian, penduduk biasa dapat menyatu dengan para pensiunan. Tekad ini dilakukan karena setelah pensiun maka sesungguhnya mantan pegawai negeri dan BUMN itu kembali menjadi penduduk biasa sehingga pengalaman selama menjadi pegawai negeri, kemampuan mengelola koperasi, dapat ditularkan kepada penduduk biasa di pedesaan. Melalui kerja sama dengan koperasi setempat, di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Pacitan, Bantul dan Kulon Progo, dibentuklah koperasi kulakan untuk melayani ratusan warung yang dibentuk dan dikelola oleh keluarga miskin yang bergabung dalam posdaya di pedesaan.
Melalui koperasi kulakan itu dilakukan peran fasilitasi antara keluarga miskin dan bank-bank mitra untuk menyalurkan pinjaman "tabur puja" bagi keluarga miskin yang bersama-sama membentuk dan mengelola warung di kampungnya. Warung itu melayani keluarga sekitarnya dengan barang dagangan bahan kebutuhan sehari-hari secara cepat dengan harga yang bersaing. Di Pacitan, misalnya, untuk pertama kali keluarga miskin pemilik warung dapat belanja ke pusat kulakan dengan mempergunakan kartu debet dari Bank UMKM karena pinjaman sebesar dua juta rupiah ditempatkan sebagai agunan bagi keluarga tersebut untuk mendapatkan kartu debet sebagai sarana belanja langsung ke pusat kulakan di desanya.
Untuk pertama kalinya juga terjadi bahwa keluarga miskin dapat menjadi juragan karena memiliki warung dan mempekerjakan anggota keluarganya, atau anggota keluarga lain di sekitarnya untuk secara bergiliran menjaga warung dan belajar menjadi pedagang kecil yang mandiri di kampungnya. Di samping itu, ada pula keluarga yang bersama-sama bergabung dan secara gotong-royong mendirikan usaha bersama dengan masing-masing mengumpulkan modal pinjaman Tabur Puja dari bank setempat sebagai modal awalnya.
Usaha itu ada yang berbentuk usaha jasa seperti penjahit pakaian, atau usaha lainnya seperti membuka pelayanan salon dan tukang cukur. Yang terbaru dari usaha mereka adalah pembuatan pabrik tahu dengan mempergunakan teknologi tepat guna yang diciptakan oleh berbagai perguruan tinggi, yang sekaligus mengajarkan bagaimana mempergunakan teknologi sederhana itu dan bagaimana pula memelihara alat yang secara sederhana dapat menghasilkan produksi yang menguntungkan tersebut.
Penduduk lanjut usia yang mempunyai keahlian khusus diajak secara profesional membantu rekan-rekannya yang lebih muda di tempat lain untuk membangun. Salah satu contoh adalah ajakan kepada seorang ahli pengembangan taman laut di Bali, Agung Parna, untuk menularkan pengalamannya membuat Taman Laut serupa di tempat lain. ***

Oleh: Haryono Suyono

Penulis adalah mantan Menko Kesra dan Taskin.

AddThis Social Bookmark Button

Add comment


Security code
Refresh