Haluan Riau

Monday, Jan 14th

Last update12:19:15 AM GMT

You are here: NEWS UTAMA CTB = Toleransi Tapi Memaksa

CTB = Toleransi Tapi Memaksa

"Tadinya saya kira Film CTB hanya menghina Minangkabau, tapi ternyata lebih dari itu. Film ini adalah Film Percintaan, salah satu messagenya adalah : Menuhankan Cinta, tapi tidak Mencintai Tuhan..." Demikian kicauan Fahira Idris, dalam tweet-nya @fahiraidris pada tengah pekan ini menanggapi penayangan film layar lebar Cinta Tapi Beda (CTB). Fahira adalah putri pertama tokoh masyarakat Minangkabau di Jakarta, Fahmi Idris.
Dalam tweet itu, Fahira mengaku pada dasarnya dia bukan lah berprofesi pen-tweet fakta fakta selama ini. "Kadang saya punya perasaan gak enak, takut, dan lain-lain sebagainyanya kalau mau ungkap fakta. Tapi untuk CTB saya harus berani menceritakan yang sebenarnya, mengungkapkan kesedihan saya yang sedalam-dalamnya. Bukan bermaksud fitnah," tutur Fahira.
Fahira mengatakan banyak sekali logika-logika dasar yang ditabrak oleh film CTB. Dan dia sangat yakin, hal tersebut bukan karena tidak disengaja. "Hal itu disengaja. Itu pesanan. Bukan hanya Minangkabau yang dihina di film ini, tapi juga etnis Jawa. Dan yang paling saya benci adalah menghina Islam," katanya.
Menurut Fahira, tidak ada urgensinya memakai Minangkabau sebagai latar belakang cerita yang jelas-jelas ingin mengusung pluralisme yang kebablasan. Saya tahu persis anda (orang-orang yang dibelakang film CTB), bukan orang bodoh! Film ini sangat menghina Minangkabau dan Islam," tegasnya.
Fahira menegaskan dirinya bukan orang yang menolak pluralisme. Dia mengaku sangat banyak mempunyai sahabat yang non muslim. "Tapi kami saling menghormati dan menghargai. Saling sopan," ujarnya.
Fahira mengatakan setiap hari selalu terdengar keluhan ibu yang kerepotan menjaga anak-anaknya agar bisa tumbuh baik, beragama dan juga mampu bertoleransi. "Tapi kalau kita semua lengah, anak-anak kita bisa di doktrin ke ajaran-ajaran yang menyesatkan agama, dijejalkan dengan toleransi-toleransi pesanan," keluhnya.
Wanita yang juga menjabat pengurus Persatuan Olahraga Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin) ini menyadari kalau masyarakat yang tinggal di Padang memang bukan hanya yang beragama Islam saja.
Semua agama, bahkan sampai yang  atheis pun ada di Padang.
Mengajari masyarakat atau anak bangsa untuk toleransi, kata pengusah parsel ini, boleh-boleh saja. "Saya pun selalu mengajarkan anak saya untuk toleransi, tapi toleransi  yang baik dan benar.
Tapi yang digambarkan dalam film CTB adalah mengajari toleransi yang memaksakan. Sangat jomplang perimbangan toleransi di film ini. Islam banyak di hina. Islam dipaksa harus  mengalah. Sedangkan Diana digambarkan sebagai Katolik yang dominan," lanjut Pengurus Pusat Saudagar Muda Minang ini.

Pesan Terselubung

Dalam flim CTB, kata Fahira, Diana digambarkan sebagai gadis Katolik Padang yang berpacaran dengan Cahyo, pria Muslim asal Jawa. ''Kalau Diana memang gadis Katolik yang toleran, dia tidak akan menyuruh Cahyo memasakkan babi rica rica, masakan keluarga mereka. Kalau Diana toleran, pada saat mengundang Cahyo secara resmi ke rumah, kenapa harus dihidangkan  dua masakan babi," tanya Fahira mengungkap pesan terselubung dalam CTB.

Fahira memisalkan bentuk toleransi seandainya Diana yang Katolik itu adalah dirinya dan mau mengundang pacarnya ke rumah secara resmi. "Saya akan masakkan khusus makanan halal. Itu baru bentuk toleransi yang benar. Walaupun tante Diana  masak juga yang non babi babi dengan bilang bahwa dimasak secara terpisah, tapi gambaran masak terpisahnya tidak ada," bebernya.

Pesan terselubung itu terulang lagi pada adegan lain pada saat Cahyo mengajak Diana ke Jogjakarta untuk diperkenalkan ke orang tua Cahyo. Tadinya Diana sudah mau menanggalkan kalung salibnya, tetapi Cahyo malah bilang tidak usah dilepas kalung salibnya. Cahyo (dipaksa skenario) mengatakan Islam itu toleran kok. "Harusnya kalau toleran, Diana yang copot kalung salibnya," kata Fahira.

Ajaran Islam mengajarkan umat manusia untuk menghormati orang tuanya. Ironisnya dalam CTB digambarkan bagaimana Cahyo seorang anak yang baik tetapi sangat berani terhadap ibu dan bapaknya. Dia membentak dan marah-marah.  Cahyo membentak bapaknya yang dia nilai menyindir Diana. "Semua di balik-balik dalam flim ini. Ada pesan terselubung dalam film ini, kalau kamu punya kemauan, maki tuh ibu kamu..maki bapak kamu.. gak papa kok," kritis Fahira.

Sekali lagi, Fahira menegaskan dirinya bukan pembenci pernikahan beda agama. "Bukan urusan saya dan bukan area pembahasan saya sehari-hari pula. Namun setahu  saya semua agama melarang pernikahan beda agama, semua orang tua pasti akan berusaha mencoba untuk meminimalisir terjadinya hal tersebut. Tapi di flim ini message (pesannya) nya jelas dan mesupport anak-anak bangsa, sudahlah dobrak saja larangan agamamu. Ini sudah gila," lanjutnya.

Cukup kah pemaksaan pemikiran itu? Kata Fahira belum. Sebab dalam CTB juga digambarkan bagaimana Diana selalu mengajak makan Cahyo di restoran non muslim. Tidak pernah ada gambar Diana makan di restoran  biasa. Yang  parahnya, pada saat Cahyo menolak makan di restoran itu, Diana marah dan membentak-bentak, memaksa Cahyo untuk makan menu lain yang memang non babi di restoran tersebyt. "Ini kah bentuk toleransi yang kalian (pembuat film) maksud?? Tolernsi macam apa itu??," kecamnya.

Lebih parahnya lagi, lanjut Fahira, pada saat petugas KUA menolak mengawinkan mereka karena beda agama, Diana memaksa Cahyo mengaku beragama Katolik. Diselipkan juga adegan saat ada pasangan beda agama mau menikah, petugas KUA menolak dan menyarankan kalau mau kamu nikah ke gereja saja. Kenapa bukan ke mesjid opsinya?," tanya Fahira.

Sangat Buruk

Sehingga Fahira sampai pada kesimpulan kalau film ini benar-benar asli dibuat untuk merusak moral anak bangsa dan merendahkan Islam. Film ini sangat tidak bagus karena mengajarkan toleransi yang kebablasan. "Film ini sangat buruk. Saya bukan pemerhati film, bukan pembenci agama lain, tapi saya tidak suka bila ada fihak yang lengah meloloskan pembenaran-pembenaran yang gak benar," tegasnya.

Fahira mengajak semua pihak untuk saling menghormati dan menjaga. Dia juga mengajak bertoleransi kepada saudara-saudara  yang beda agama dan nikah beda agama, tapi yang baik dan benar. "Membuat film atas nama kebebasan ekspresi boleh boleh saja. Tapi jangan terlalu kasarlah dalam mendobrak norma-norma yang sudah ada. Mohon maaf sebesarnya bila dlm tweet ini ada yang teralu kasar," ujar wanita yang pernah dinobatkan sebagai Tweeter terinspiratif sejagad dalam polling yang bertajuk The Most  Inspiring Tweeter tahun 2010 lalu.

Saat itu Fahira memperoleh 71 persen suara, unggul dari Diana Adams (@adamsconsulting), penulis dan wirausahawan asal Atlanta, AS yang mendapatkan 11 persen suara, juga unggul dari Aaron Lee, seorang ahli pemasaran Internet asal Malaysia. Pesaing Fahira berasal dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris, India, Filipina, dan Malaysia dan lain-lain. Penghargaan dan apresiasi terhadap Fahira dalam situs jejaring sosial itu dikarenakan keberaniannya mengkritik FPI, ia bahkan mendatangi markas FPI, berdialog dan menyampaikan kritikan masyarakat terhadap FPI. (asril darma)

Add comment


Security code
Refresh