SIAK-Potensi penyalahgunaan narkoba sesuai umurnya sangat tinggi di Kabupaten Siak, diperkirakan hingga kini telah mencapai enam ribu orang. Hal tersebut diketahui dari hasil penelitian Badan Narkotika Nasional bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2011.
Ketua Badan Narkotika Nasional Kabupaten Siak, Alfedri menegaskan angka prevalensi (penyalahguna narkoba) nasional mencapai 2,2 persen dari jumlah total penduduk Indonesia dan pada tahun 2015 diproyeksikan mengalami kenaikan hingga 2,8 persen atau mencapai 5,1-5,6 juta orang.
Mengutip penyampaian Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Rakor Implementasi Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba (P4GN) di Hotel Bidakara pada Senin (6/5), tingginya angka prevalensi tersebut menyebabkan Indonesia tidak hanya masuk dalam kategori "transit", namun telah menjadi "pasar" bagi transaksi gelap narkoba.
Kondisi itu tidak lagi ideal bila dibandingkan dengan jumlah fasilitas rehabilitasi narkoba yang baru memiliki daya tampung 18.000 jiwa, seperti halnya pusat rehabilitasi narkoba nasional di Lido, Jabar. Dalam kesempatan itu, Presiden juga memberikan arahan kepada seluruh elemen bangsa untuk bekerja keras memerangi narkoba demi terwujudnya Indonesia bebas narkoba 2015 dalam poin-poin arahan kepada daerah yang sejalan instruksi Presiden RI Nomor 12 Tahun 2011 untuk mempersiapkan ketersediaan fasilitas rehabilitasi ketergantungan narkoba di setiap daerah guna mengantisipasi tingginya angka prevalensi tersebut.
Tunggu Juknis Pusat Menanggapi arahan yang disampaikan Presiden tersebut, Alfgedri menyebutkan perlunya arahan yang bersifat nasional disertai penjelasan strategi dan program dari instansi terkait lebih lanjut. "Kalau kita kaitkan persentase angka ketergantungan narkoba 2,2 persen kekonteks daerah kita, dengan asumsi jumlah penduduk kabupaten Siak 300.000 jiwa saja, menurut proyeksi statistik, lebih dari 6000 jiwa masyarakat kita mulai anak-anak hingga orang tua berada dalam ancaman narkoba meskipun realitanya saat ini baru dua sampai empat kasus narkoba saja yang terjadi tiap bulannya," terangnya.
Seandainya situasi demikian benar terjadi, Pemkab tidak bisa mengandalkan Pusat Rehabilitasi Lido di Jabar saja. "Nah untuk pengembangan pusat rehabilitasi di daerah tentu kita harus menunggu arahan dan petunjuk lanjut dari instansi terkait misalnya Kementerian Kesehatan dan BNN," jelasnya.
Selain itu upaya pencegahan terus dilakukan secara intensif dan semaksimal mungkin. Meskipun upaya persuasif tersebut harus dilakukan dengan upaya perpentif, sehingga pelaku yang terlibat dalam jaringan penyalahgunaan narkoba dapat ditekan dan diminimalkan dari waktu ke waktu.
"Kita sebenarnya kaget atas hasil penelitian di tingkat nasional tersebut. Sebagai daerah yang baru berkembang dan terletak di wilayah yang startegis dalam pemasaran perdagangan narkoba, maka upaya mencegah terus kita maksimalkan. Tindakan hukum terhadap pelaku juga perlu ditingkatkan," tandasnya.(adv/humas)

Next > |
---|