Jakarta-Industri otomotif mulai "galau" menghadapi nilai tukar dolar Amerika Serikat yang sudah menembus Rp10.000 pada pekan ini. Forex menjadi salah satu alasan langsung yang mempengaruhi bisnis otomotif di Indonesia karena sangat bergantung bahan baku impor yang dibeli dengan mata uang asing. Johnny Darmawan, Ketua III Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia mengatakan, situasi ini sebenarnya sudah diprediksi, imbas krisis Eropa. Saat ini, kunci permainan ada pada setiap ATPM, terutama mereka yang baru berproduksi. "Gaikindo memperkirakan, penjualan tahun ini 1,2 juta unit. Saya tidak yakin. Mungkin di kisaran 1,1 juta-1,2 juta," jelas Johnny.
Penjualan tahun ini akan mencapai 1,2 juta unit jika ATPM bisa memanfaatkan fasilitas produksi terbarunya. Masalahnya,akan terjadi perang harga. Pilihan kedua, mengurangi produksi untuk menjaga stok tetap sehat.
"Kalau produksi dikurangi, biaya tetap (fixed cost,), jelas rugi atau target tidak tercapai. Jiika produksi digenjot, stok menumpuk, akan terjadi perang diskon. Pasartidak sehat. Dilema," beber Johnny.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga sudah menaikkan bunga acuan bulan ini untuk mengimbangi inflasi akibat kenaikan BBM. Bunga kredit segera naik, mempengaruhi pembelian mobil dengan skema cicilan. BCA, salah satu bank swasta terbesar di Indonesia sudah menaikkan suku bunga kredit,
Di satu sisi stok menumpuk. Sisi lain, dolar menguat yang menyebabkan diskon harus ditekan, khususnya CBU. Makin parah, bunga kredit menyebabkan konsumen menunda pembelian mobil baru karena cicilan menjadi besar.
"Semua indikator saat ini jelek. Dolar AS dan bunga bank sama-sama bnaik. Pasar pasti terganggu," analisis Johnny.(kcm/dar)

Next > |
---|