PEKANBARU-Kamar Dagang dan Industri Provinsi Riau mempertanyakan legalitas dan legitimasi Asosiasi Pengusaha Indonesia Riau dalam keikutsertaan membahas Upah Minimum Provinsi Sektor migas mewakili dunia usaha untuk kelembagaan hubungan industrial.
Pasalnya, berdasarkan SK Kadin Nomor.14/DP/IX/2006 tentang penugasan Apindo sebagai wakil Kadin khusus dalam lingkungan kelembagaan hubungan industrial sudah dihapus pada tahun 2008. Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Kadin Riau Herwan menyusul kenaikan UMPS migas sebesar 47 persen. Dalam keterangan persnya yang juga dihadiri Wakil Ketua Kadin Bidang Investasi Viator Butarbutar, Pjs Wakil Ketua Hiswana Migas Irma Rachman, Wakil Ketua Bidang SPBU Hiswana Migas Aidil, Bendahara Hiswana Migas Tuah Laksamana, Selasa (30/4).
Kesepakatan Apindo menaikan UMPS Migas dinilai memberatkan pengusaha termasuk yang tergabung dalam Hiswana Migas, karena kebijakan tersebut tidak hanya untuk sekotor hulu tapi akan berdampak hingga kesektor hilir migas. Sebelumnya, UMPS Migas sebesar Rp1.530.000 naik menjadi Rp2.250.000 tahun 2013.
Menurut Viator, sikap Apindo memberikan lampu hijau pada rapat bipartit dengan Serikat Pekerja (SPSI) dalam menetapkan kenaikan UMPS migas tidak berpihak kepada pengusaha. "Berdasarkan SK Kadin nomor.104/2006 memang ada pendelegasian tugas kepada Apindo sebagai wakil Kadin, tapi itu hanya sampai tahun 2008. Setelah itu tidak ada perpanjangan. Artinya setelah 2008 Apindo tidak punya hak mewakili dunia usaha untuk kelembagaan industrial karena tidak ada SK Kadin sebagai organisasi tertinggi dunia usaha yang mengutusnya," kata Viator.
Pihaknya khawatir keputusan tersebut akan menjadi bumerang dapat membunuh kontraktor dan sub kontraktor di sektor hilir migas. Ini keputusan yang bisa merusak iklim investasi. Kalau itu berlaku hanya di Chevron atau kontraktor utamanya tak masalah karena akan dibebankan ke Cost recovery, tapi bagaimana dengan pengusaha sub kontraktornya yang tak punya margin keuntungan sebesar kontraktor utama.
Dikatakan Herwan, selama ini Kadin Riau sudah mencoba berdialog, tapi ajakan itu tak digubris Apindo Riau. “Beberapa kali kami undang datang untuk koordinasi tapi Apindo Riau tak pernah datang. Mereka juga tak pernah koordinasi seakan mereka mau bermain sendiri dalam penetapan upah minimum Migas ini, kita pertanyakan langkah Apindo Riau ini," ujarnya.
Sementara itu, Irma mengaku keberatan akan keputusan rapat bipartit tersebut, apalagi Apindo tidak berkoordinasi dengan Hiswana Migas sebelumnya. Sebab, margin yang diterima pengusaha perminyakan terutama di hilir sangat kecil. "Margin untuk elpiji tidak sampai 10 persen. Sedangkan margin SPBU hanya sebesar 3,74 persen saja. Jika UMS perminyakan naik 47 persen, maka pengusaha SPBU maupun elpiji harus meningkatkan perputaran minyak hingga 13 kali lipat. Sementara pengusaha dibatasi oleh kuota bagi setiap SPBU," keluh Irma.

Next > |
---|