Yangon-Myanmar kini menjadi sasaran favorit para perusahaan multinasional sejak sejumlah negara, termasuk AS dan Uni Eropa, mencabut sanksi ekonomi dan perdagangan. Pencabutan sanksi ini terkait dengan sikap pemerintah Myanmar, yang mulai demokratis dalam dua tahun terakhir. Salah satu raksasa korporat yang segera masuk ke Myanmar adalah Ford. Produsen mobil terkemuka asal AS itu sudah menandatangani perjanjian dengan konglomerat setempat, Capital Diamond Star Group, untuk membuka cabang (showroom) di kota terbesar Myanmar, Yangon.
"Kami melihat potensi dan peluang luar biasa bagi Ford di Myanmar, dan kami berharap segera melayani para konsumen di pasar yang menarik ini," kata seorang petinggi Ford, David Wesrterman, seperti dikutip stasiun berita BBC. Westerman menjabat manajer regional Ford di kawasan Asia Pasifik.
Selain menjual berbagai produk truk dan mobil, Westerman mengatakan Ford pun berkomitmen untuk menanam modal dan memberi kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi dan sosial di Myanmar, yang juga populer disebut Burma.
Ford mengikuti langkah sejumlah perusahaan multinasional yang sudah menyatakan minat untuk berinvestasi dan berbisnis di Myanmar. Raksasa otomotif asal Jepang, Suzuki, awal 2013 mengumumkan sedang menyiapkan pabrik truk di negara Asia Tenggara itu. Pabrik Suzuki ditargetkan siap beroperasi mulai Mei mendatang.
Pada awal April lalu, dua raksasa telekomunikasi dunia, yaitu Vodafone dan China Mobile, membentuk konsorsium untuk berbisnis di Myanmar. Setahun sebelumnya, yaitu 2012, Coca Cola mengumumkan segera melanjutkan kembali bisnis mereka di Myanmar setelah absen selama 60 tahun.
Selain kalangan korporasi, masyarakat internasional antusias atas transformasi politik di Myanmar. Setelah berpuluh tahun diperintah rezim militer, Myanmar dalam beberapa tahun terakhir mulai membuka diri dengan menerapkan sejumlah reformasi ekonomi dan politik - termasuk membebaskan pejuang demokrasi Aung San Suu Kyi dari tahanan rumah. (viv/ivi)

Next > |
---|