Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono hari Kamis (31/10), mengakhiri kunjungan kenegaraan di Provinsi Sumatera Barat. Ini tercatat kunjungan terlama SBY di Ranah Minang, berlangsung selama tiga hari tiga malam. Selama di ranah "urang awak" itu, Presiden menginap di Istana Bung Hatta, Kota Bukittinggi. Seperti lazim sebelumnya, Istana Kepresidenan pun pindah ke Istana Bung Hatta. Semua aktivitas sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, dilakukan Presiden SBY di Istana Bung Hatta Bukittinggi. Mulai dari rapat kabinet terbatas, rapat kerja ketahanan pangan nasional, menerima tamu dan memanggil para menteri dilakukan SBY selama berkantor di Istana Bung Hatta.
Kehadiran Presiden SBY untuk waktu yang cukup lama di Ranah Minang ini, tentu harus diapresiasi tinggi dan khusus oleh masyarakat Sumbar. Biasanya, jika kunjungan kerja ke sejumlah daerah, SBY paling hanya satu hari atau kalau pun menginap paling lama satu malam. Tapi, yang terjadi di Sumbar justru sebaliknya. SBY "memindahkan" Istana Negara ke Istana Bung Hatta Bukittinggi tiga hari tiga malam. Inilah kebanggaan yang pantas diapresiasi masyarakat Sumbar.
Kehadiran SBY di Ranah Minang, bisa ditafsirkan banyak makna. Bisa dikaitkan dengan konstelasi politik nasional akhir-akhir ini, bisa pula dimaknai sebagai sesuatu yang lumrah. Karena barangkali, Presiden SBY memang nyaman berada di Ranah Minang dan nyaman berinteraksi dengan masyarakat Sumbar.
Kita ikut memberikan apresiasi dan menilai positif kehadiran Presiden SBY di Sumbar kali ini. Sebab, selama di daerah itu SBY meresmikan sejumlah proyek monumental yang berperan strategis untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Jembatan layang Kelok Sembilan misalnya. Jembatan layang sepanjang 943 meter itu, dibangun dengan dana Rp602 miliar, berperan penting untuk mobilitas barang dan manusia lintas provinsi terutama dari Sumbar ke Riau atau sebaliknya.
Inilah yang harus dimaknai sebagai buah manis kehadiran Presiden SBY di Sumbar. Ketersediaan infrastruktur seperti Jembatan Kelok Sembilan, diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi antar wilayah. Oleh karena itu, kedua provinsi, Sumbar dan Riau bersama masyarakatnya, harus menempatkan infrastruktur ini dalam bingkai kepentingan bersama.
Investasi, pertumbuhan ekonomi dan perbaikan taraf hidup masyarakat di kedua daerah harus bisa dipacu. Inilah salah satu efek positif yang diharapkan muncul setelah dibangunnya Jembatan Kelok Sembilan di Sumbar. Jika tidak, jalan dan jembatan yang dibangun dengan biaya mahal itu, hanya akan menjadi sekedar alat lintasan kendaraan atau sekedar monumen yang hanya indah dipandang.
Keterkaitan ekonomi antar wilayah, harus dijadikan alat untuk tumbuh, maju dan berkembang secara bersama-sama. Jika satu daerah menggeliat ekonominya, seyogianya daerah tetangga pun ikut bangkit. Dipandang dari sudut ekonomi dan pembangunan global, maka Sumbar dan Riau haruslah seiring sejalan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan wilayah. Semangat kompetitif yang positif inilah yang diharapkan tumbuh subur, seiring pembangunan berbagai infrastruktur, sarana dan prasarana umum seperti jalan, jembatan, irigasi di daerah-daerah.

Next > |
---|