2 Mei 2013 yang seharusnya menjadi momen mengingat sejarah menakjubkan dan membangkitkan semangat perjuangan tampaknya sedikit ternoda oleh timpangnya pendidikan terkait kasus bobroknya kinerja pemerintah tentang Ujian Nasional. Seharusnya Ujian Nasional menjadi suatu obyek yang melengkapi hari pendidikan nasional, bukan malah mencoreng nama besar pendidikan kita. Ini bukti betapa mirisnya wakil-wakil kita di elit pemerintah sana yang seyogyanya menjadi perpanjangan tangan rakyat. Belum lagi ada indikasi dugaan korupsi di tubuh Kemendikbud soal proyek UN ini.
Kasus “terselubung” Century, proyek Hambalang, impor sapi, penyelundupan pangan, pengadaan kitab suci nan mulia Al-Quran, hingga yang terakhir dugaan adanya kasus korupsi pengadaan soal Ujian Nasional 2013 di Kemendikbud merupakan sebagian kasus korupsi yang sempat menjadi trending topic di era pemerintahan SBY dan kabinetnya, baik itu korupsi jenis national interest maupun grand corruption. Sekronis itukah immoralitas pemerintah kita? Atau mereka lupa dengan Tuhan mereka? Ironis memang, namun inilah faktanya.
Fenomena memalukan yang menunjukkan ketidakpantasan mereka yang sedang duduk di kursi elit pemerintahan tergambar oleh pengunduran jadwal UN di 11 Provinsi di Indonesia. Bagaimana bisa? Seakut itukah kebodohan pemerintah kita? Tidak dapat disangkal jika banyak yang berspekulasi bahwa ada permainan dan kecurangan di Kemendikbud yang berujung pada gagalnya pelaksanaan UN di beberapa provinsi yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 15 kemarin. Sebuah fenomena yang patut dipertanyakan.Sungguh sangat membingungkan bagaimana bisa soal UN gagal didistribusikan tepat waktu ke seluruh daerah di Indonesia mengingat Peraturan Menteri nomor 3 tahun 2013 yang esensinya tentang kriteria kelulusan dan penyelenggaraan Ujian Nasional telah ditetapkan pada Januari 2013, jauh sebelum jadwal Ujian Nasional diadakan pada April. Anggaran yang dialokasikan dalam proyek ini menyedot nominal 598 Milliar atau 20 persen dari APBN. Dengan anggaran sespektakuler itu seharusnya proyek ini dapat berjalan dengan baik.Kecuali jika anggaran yang dialokasikan relatif rendah, mungkin dapat ditoleransi kegagalan ini, namun faktanya? Dana sefantastis itu masih tetap belum cukup? Sangat tidak logis. Dari sini kita dapat memahami dasar kebenaran adanya permainan atau korupsi di Kemendikbud, meskipun harus ada investigasi selanjutnya. Siapa yang Bertanggung jawab?
Penundaan serta kegagalan UN di beberapa provinsi sesuai jadwal dianggap kegagalan paling memalukan yang pernah terjadi di dunia dalam bidang pendidikan. Setelah bawang beberapa waktu yang lalu memecahkan rekor dengan harga tertinggi di dunia, sekarang perihal UN yang menjadi fenomena miris yang ironisnya hanya terjadi di Indonesia.
Namun, irrasionalitas ini hanya ditanggapi dengan permintaan maaf oleh Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh. Persoalan UN bukan masalah kecil, ini menyangkut masa depan generasi yang akan menempuh pendidikan selanjutnya. Jika pemerintahnya saja tidak becus menangani UN, bagaimana bisa siswa-siswi Indonesia menganggap serius pendidikan mereka? Hal yang dikhawatirkan ialah para peserta didik menganggap pemerintah tidak serius dengan UN dan mereka juga akan lebih tidak serius dalam menghadapi UN dengan asumsi UN hanya ujian formalitas yang tidak berpengaruh signifikan terhadap masa depan mereka.
Lalu siapa yang bertanggung jawab? Dalam Peraturan Menteri nomor 3 tahun 2013 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional Bab VII pasal 25 ayat 3 dan 4 secara jelas menyebutkan penggandaan dan pendistribusian bahan UN dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Melihat ketentuan ini jelas pihak yang bertanggung jawab adalah Kemendikbud selaku instansi yang membawahi Balitbang.
Sungguh semakin bobroknya etika dan rasionalitas pemerintah di negeri ini. Mungkin sanksi yang tepat untuk Menteri Pendidikan ialah pengunduran diri atas kesadaran pribadi.
Kejanggalan dalam Proyek Ada beberapa kejanggalan seputar proyek Ujian Nasional tahun 2013 ini. Seperti yang diutarakan oleh FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), nilai anggaran yang bisa dihemat terlalu kecil dan ada permainan dalam pemenangan tender yang terkesan memandang pemenang harus mereka yang memiliki penawaran paling tinggi.
Salah satu kejanggalan misalnya penggandaan dan distribusi bahan UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, SMK, Paket A/Ula, Paket B/Wusta, Paket C Kejuruan Tahun Pelajaran 2012/2013 paket 2, dengan nominal paket sekitar Rp 17,5 Milliar. Lelang ini dimenangkan oleh PT Barutama dengan nilai penawaran sebesar Rp 14,5 Milliar.
Paket ini dinilai Seknas FITRA aneh, karena nilai penawaran dari PT. Pura Barutama terlalu mahal bila dibandingkan dengan perusahaan lain yang penawarannya lebih murah seperti PT. Perca yang nilai penawaran hanya sebesar Rp.13,3, PT. Jasuindo Tiga Perkasa TBK dengan nilai penawaran sebesar Rp.13.4, dan PT. Ghalia Indonesia Printing dengan penawaran sekitar Rp 14,5 Milliar.
Ada indikasi korupsi yang sangat merugikan negara dalam proyek ini. Oleh sebab itu, KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Agung harus menindaklanjuti dugaan ini. Sungguh memalukan, dana untuk masa depan anak bangsa pun dikorupsikan.
Kontroversi UN di Daerah Pedalaman Ujian Nasional sejak pertama kali dilaksanakan memiliki tujuan untuk menyetarakan aspek penilaian (assesment aspect) terhadap anak didik di seluruh Indonesia. Hal ini untuk menghindari diskriminasi terhadap sekolah-sekolah. Sistem dan soal UN yang sama dan serentak dianggap akan menghasilkan penilaian yang obyektif terhadap anak didik.
(bersambung) Mahasiswa Hubungan Internasional FISIP Unri

Next > |
---|