PEKANBARU- PT.Riau Air (RA) dituntut Vailid oleh Bank Muamalat. Disinyalir Riau Air berutang 72 M. Karena tidak juga ada kejelasan kapan dibayar akhirnya kasusnya dilaporkan ke Pengadilan Niaga Medan. Saat ini dalam proses persidangan.
Menurut sumber Haluan Riau yang enggan disebutkan namanya mengatakan, apabila sidang di Pengadilan Niaga tersebut dimenangkan Bank Muamalat, maka hutang sekitar 72 M harus dibayar dan menjadi tanggung jawab Komisaris dan Direksi perusahaan tersebut.
Riau
Komisaris dan Direksi adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam permasalahan hutang ke Bank Muamalat tersebut.Dan Pemerintah Daerah sebagai Pemilik Saham Perusahaan sama sekali tidak memiliki tanggung jawab menanggulangi hutang PT. RA ke Bank Muamalat dan kerugiannya adalah modal berupa uang sebesar saham yang disetorkan.
Bahkan DPRD Riau dengan tegas tidak akan menambahkan dana anggaran untuk RA melalui APBD, karena RA memang tidak ada lagi memilki Aset yang dapat dijadikan modal, Izinnya sudah mati dan tiga Pesawat milik RA juga sudah menjadi rongsokan di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta. Demikian disampaikan Pengamat Ekonomi Riau, Edyanus Herman Alim dan Anggota Komisi B DPRD Riau, Noviwaldy Jusman.
Edyanus mengungkapkan, Bank Muamalat menuntut vailid Perusahaan PT. Riau Air tentunya karena perusahaan tersebut sudah tidak mampu untuk membayarkan hutangnya. Komisaris dan Direksi PT.RA pihak yang paling bertanggung jawab atas vailidnya PT.RA tersebut. Kalau Perusahaan tersebut memang sudah dinyatakn Vailid, asset-setnya dijual dan diserahkan kepada Kreditor (Bank Muamalat, red).
“Tapi kalau tidak cukup Kreditor juga rugi dapat meminta tanggung jawabnya terhadap pengelolaan perusahaan. Kreditor (Bank Muamalat, red) dapat menuntut pengelola perusahaan, Komisaris, Direksi untuk mempertanggung jawabkan hutang-hutangnya tersebut. Kalau pemilik saham tanggung jawab dan resikonya hanya sebesar saham yang disetorkannya saja dan duitnya hilang,” terangnya kepada Haluan Riau, Minggu (8/7) kemarin ketika dikonfirmasi melalui teleponnya.
Lebih lanjut, Edyanus menjelaskan, meskipun Pemda sebagai Pemilik Riau Air, namun karena dikelola oleh Perusahaan dalam hal Riau dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Pemerintah Daerah hanya kehilangan dana sebesar saham yang disetorkan dan hilanglah uang yang disetorkan tersebut karena perusahaan Vailid.
“Ini kan Perusahannya dalam bentuk Perseroan Terbatas, tanggung jawab pemilik tetap sebatas sebesar saham yang disetorkannya dan tidak ada tanggung jawab Pemda untuk menanggulangi hutang tersebut. Dan yang paling bertanggung jawab seperti yang dijelaskan tadi Direksi dan Pemilik saham,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi B DPRD Riau, Noviwaldy Jusman. Noviwaldy mengatakan, permasalahan Perusahaan Riau Air yang dituntut Vailid oleh Bank Muamalah, hal tersebut merupakan permasalahan kedua Belah pihak antara Direksi RA dengan Pihak Bank Muamalat.
“Itu semata-mata urusan intern kedua belah pihak (Direksi Riau Air dan Bank Muamalat,red), kalau Bank Muamalat menggugat Vailid RA sah-sah saja itu hak mereka, Sehingga Direksi RA harus mempertanggungjawabkan pengelolaan RA tersebut sepanjang masa RA menerima kredit melalui Bank Muamalat,”ungkap Noviwaldy yang akrab disapa Dedet ini.
Ketika ditanya Apakah Dewan sudah menerima informasi Bank Muamalah menuntut agar RA Vailid. Dedet menyatakan, Komisi B DPRD Riau sebagai Mitra BUMD belum menerima laporan dan pernah mendengar informasinya.
“Secara resmi, Kita belum ada menerimanya dan pernah mendengarnya sebatas isu dan Saya nggak tahu persis berapa jumlah hutangnya,” tutur Ketua Fraksi Demokrat DPRD Riau ini.
Selanjutnya, ketika ditanya apakah Pemerintah Daerah memilki kewajiban untuk mengatasi permasalahan hutang tersebut. Dedet dengan tegas mengatakan, hutang tersebut menjadi tanggung jawab penuh Direksi RA sama sekali tidak ada kewajiban DPRD untuk menganggarkannya.
“Direksilah yang bertanggung jawab. Kita tidak mungkin akan membayarkannya, karena tidak ada kewajiban Kita untuk mengatasi permasalahan hutang tersebut. Pemda sebagai pemegang saham resikonya dana yang telah disetorkan ke Saham RA saja,” tegas Mantan Wakil Ketua Komisi C ini.
Dedet menambahkan, hutang PT. Riau Air kepada Bank Muamalat tersebut belum pernah dilaporkan, pasalnya tidak perlu melalui persetujuan ataupun sepengetahuan DPRD Riau.
“Itu memang hak mereka dan tidak perlu persetujuan DPRD, dan selama ini Kita memang tidak pernah menerima Audit Riau Air dan beberapa kali diminta tak pernah diberikan dan selalu dijanjikan,” tutur Anggota DPRD Dapil Pekanbaru ini.
Aset RA Tinggal Rongsokan, Dewan Tak Tambah Anggaran
Dedet menyebutkan, tiga pesawat Riau Air yang disebutkan menjadi asset dan dua dintaranya bisa diopersaikan, ternyata hal tersebut sama sekali tidak benar dan pesawat tersebut sudah menjadi bangkai di Bandara Halim Perdana Kusuma.
Dedet mengungkapkan, Penolakan tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya, tidak ada asset yang dimiliki Riau Air, Pesawatnya jadi rongsokan dan izinnya sudah mati.
“Tiga Pesawat Riau Air yang dikatakan dua bisa terbang, Tapi nyatanya kan sudah jadi bangkai dan rongsokan di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta.
Dedet sebagai Ketua Fraksi Demokrat DPRD Riau menegaskan, Anggota DPRD Riau dari Fraksi Demokrat jelas tidak akan menyetujui penambahan dana untuk Riau Air melalui APBD Riau
“Meskipun itu untuk dana manajemen, Jadi Kami dari Fraksi Demokrat jelas akan menolak dana untuk RA dan tak tahulah fraksi lainnya. Meskipun untuk manajemen apalagi Izinnya juga sudah mati,” tuturnya.
"Tidak ada yang bisa diselamatkan, Kalau pun ada investor jelas tidak akan mau, karena memang tidak ada aset lagi, Pesawat sudah jadi rongsokan dan izinnya pun sudah mati," tukasnya. (rud/hs)

Next > |
---|