PEKANBARU-Bumi Lancang Kuning tampaknya belum akan aman dari peristiwa kebakaran hutan dan lahan. Meski beberapa waktu lalu pemerintah pusat telah turun tangan langsung, namun titik api saat ini sudah muncul kembali. Ironisnya, jumlahnya juga mencengangkan, mencapai 226 titik api.
Seperti dirilis sebelumnya, peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Riau, belum lama ini telah menyita perhatian pusat. Bahkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menganggarkan dana hingga Rp80 miliar untuk pemadamam lahan dan hutan yang terbakar tersebut.
Namun upaya itu tampaknya belum menimbulkan kesadaran bagi pelaku aksi ini. Salah satu indikasinya, adalah dengan munculnya titik api di sejumlah kawasan di Riau saat ini.
Data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Pekanbaru pada Minggu (21/7) menunjukkan, titik api tersebut tersebar di sejumlah kabupaten di Riau.
Menurut analis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, Tri Puryanti, satelit pemantau cuaca dan panas bumi (NOAA) mendeteksi ada 222 titik api yang tersebar di Riau. Dari jumlah itu, sebanyak 135 titik berada di Kabupaten Rokan Hilir, 38 titik di Rokan Hulu, Siak 31 titik dan Bengkalis sebanyak 22 titik. Totalnya jumlahnya mencapai 22 titik.
Menurutnya, kondisi ini terjadi setelah sejak beberapa hari belakangan ini hujan mulai berkurang. Hal itu juga ikut membuat suhu udara mulai panas lagi. "Itu yang kita dapat dari pantauan dari satelit. Mengenai penyebabnya, apakah ada unsur kesengajaan atau tidak, kita tidak mengetahuinya, ada yang lebih berwenang," ujarnya.
Ditangkap
Sementara itu, tim gabungan operasi pemantau kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau dikabarkan kembali menangkap tangan seorang petani yang diduga tengah melakukan pembakaran lahan di suatu areal perkebunan.
Menurut informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu kemarin, penangkapan terjadi beberapa hari lalu saat tim melakukan patroli udara dan darat.
Menurut Humas BNPB Agus Wibowo, pelaku yang diindikasi sebagai petani pemilik lahan di Kabupaten Siak ini diamankan oleh tim pemantau yang terdiri dari pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), masyarakat dan Polri.
"Sementara sampai dengan saat ini, upaya operasi patroli masih terus berjalan dengan dikoordinir oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau," katanya.
Dengan tertangkapnya satu tersangka tersebut, total tersangka pelaku pembakar lahan saat ini mencapai 25 orang. Sebelumnya, Polda Riau telah menangani 24 tersangka dalam kasus serupa. Mereka telah diproses sejak 5 Juli lalu.
Sementara untuk kasus pembakaran hutan yang melibatkan perusahaan perkebunan, sejauh ini belum diperoleh keterangan pasti bagaimana proses hukumnya. Sebelumnya, pemerintah telah memeriksa satu perusahaan berinisial AP. Perusahaan perkebunan sawit tersebut diduga melakukan aksi pembakaran lahan beberapa waktu lalu. Namun bagaimana proses hukumnya, sejauh ini belum diperoleh keterangan pasti.
Ditindak
Belum lama ini, perihal maraknya titik api tersebut, kembali mendapat sorotan dari anggota Komisi IV DPR RI. Hal itu muncul saat pertemuan dengan Pemprov Riau yang diwakili Wagubri Mambang Mit, pekan lalu.
Perihal aksi pembakaran lahan di Riau, disinyalir sebagai perbuatan yang dilakukan secara sengaja. Hal itu mengingat kejadian serupa selalu terulang setiap tahun dan kajadiannya hampir sama dan dalam waktu yang bersamaan. Tidak saja perorangan, perusahaan juga diduga ada yang melakukannya. Karena itu, perusahaan yang masuk dalam kategori ini harus ditindak tegas.
"Penanganannya tidak bisa berhenti di tingkat petani saja, karena disinyalir ada perusahaan yang melakukan hal serupa. Jadi harus ada tindakan tegas," ujar Ketua Komisi IV DPR RI Mochammad Romahurmuziy.
Menurutnya, kunjungan DPR RI tersebut sekaligus untuk menegaskan dukungan Dewan bagi pemerintah mencabut izin perusahaan yang terindikasi melakukan pembakaran lahan. Hal itu berlaku bagi semua perusahaan, baik yang dimilik pribumi maupun penanaman modal asing.
"DPR RI memberikan rekomendasi pencabutan izin, kalau memang ada keterlibatan perusahaan dalam pembakaran lahan," sebutnya.
Namun kata Roma, sebelum mengambil langkah pencabutan izin itu, tentunya perlu dipertimbangkan kepada aspek lainnya. Seperti, iklim investasi yang tentunya berpengaruh dengan pencabutan izin tersebut.
"Yang penting adalah, baik perusahan asing maupun lokal, harus ada sanksi jika perusahan tersebut terbukti dengan sengaja melakukan pembakaran sehingga berdampak kepada bencana kabut seperti yang dirasakan belum lama ini," tegasnya.
Rp80 Miliar
Seperti diketahui, untuk pemberantasan Karhutla di Riau beberapa waktu lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah mengeluarkan anggaran hingga Rp80 miliar lebih. Dana tersebut digunakan untuk operasional pembuatan hujan buatan termasuk mendatangkan ratusan prajurit TNI dari pusat. Mereka dikerahkan di sejumlah kawasan di Riau, khususnya bagi daerah yang aksi pembakaran lahannya termasuk parah.
Hingga akhir Juni lalu, hasilnya memang mulai dirasakan seiring dengan hilangnya titik api. Namun saat ini, penemuan BMKG Pekanbaru menunjukkan kasus serupa terulang lagi. Sehingga timbul kesan, anggaran puluhan miliar tersebut sia-sia karena tidak menimbulkan kesadaran bagi pelaku aksi tak terpuji tersebut. (sar, ben,grc)

Next > |
---|