Haluan Riau

Friday, Jan 11th

Last update05:04:36 PM GMT

You are here: NEWS UTAMA Perhitungan Biaya Operasi Migas-Tanggung Jawab Siapa?

Perhitungan Biaya Operasi Migas-Tanggung Jawab Siapa?

PRODUCTION Sharing Contract (PSC) atau juga dikenal sebagai Kontrak Bagi Hasil/Produksi merupakan kesepakatan bisnis antara pemerintah Indonesia dan pihak swasta/kontraktor untuk menjalankan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia. PSC menjelaskan mengenai biaya operasi yang merupakan biaya-biaya yang diperlukan untuk mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas. Sesuai PSC, kontraktor mengeluarkan seluruh biaya untuk operasi migas yang akan diperhitungkan dalam bentuk natura (minyak mentah) atas produksi minyak yang dihasilkannya. Hal ini sering disebut dengan istilah “cost recovery”.
Pengamat migas, Drs Sutadi Pudjo Utomo, menyatakan, “Dalam mekanisme PSC migas, sebenarnya tidak dikenal adanya cost recovery. Yang ada adalah biaya operasi (operating cost) yang itu tidak dibayar oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau uang negara, tetapi dengan hasil produksi minyak dan gas. Sebelum jumlah operating cost ditentukan, terlebih dahulu diaudit oleh instansi Negara seperti BPMIGAS (sekarang berubah menjadi SKMIGAS), BPKP, BPK.”
Sebagaimana kontrak bisnis umumnya, PSC menjelaskan secara gamblang mekanisme operasional, finansial, audit dan penyelesaian sengketa atau perselisihan antara pihak-pihak yang bersepakat.
Menurut Johannes Widjonarko, Wakil Kepala SKMIGAS,
“Dalam seluruh kegiatan yang terkait dengan operasi perminyakan, seluruhnya harus dilakukan melalui proses pembahasan dalam program dan anggaran yang dilakukan setiap tahun, yang ini menjadi suatu dasar bagaimana para investor tersebut melaksanakan kegiatan operasinya. Jadi semuanya memang sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam setiap program tahunan yang disetujui oleh SKMIGAS.”

Hal di atas dikuatkan oleh Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), A Hamid Batubara, yang menyatakan, sebagai kontraktor migas, PT CPI telah melewati proses yang komprehensif untuk mendapatkan persetujuan program dan anggaran dari pemerintah yang diwakili oleh SKMIGAS, menjalankan program kerja dan mendapatkan persetujuan atas perhitungan biaya operasi yang akan diganti oleh produksi minyak yang dihasilkan.

“Jadi perhitungan biaya operasi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses operasi migas yang semuanya dalam pengawasan SKMIGAS termasuk audit-audit yang dijalankan setelah program kerja dilaksanakan,” katanya.

Sementara itu, ketika ditanyakan tanggapannya mengenai kasus bioremediasi yang diduga merugikan keuangan Negara, Corporate Communication Manager Chevron, Dony Indrawan, menjelaskan, program bioremediasi merupakan bagian dari pelaksanaan PSC yang menjadi landasan hukum operasi PT CPI.

PSC diatur dalam kerangka hukum perdata dengan Pemerintah Indonesia dan secara jelas mengatur tentang mekanisme penyelesaian perselisihan yang harus dijalankan apabila ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh perusahaan menyangkut suatu proyek termasuk proyek bioremediasi ini.

“PT CPI sudah mendapatkan persetujuan atas penentuan dan penggunaan teknologi bioremediasi, rencana program dan anggaran dan biaya operasi yang sudah dikeluarkan  untuk program tersebut dari instansi pemerintah terkait yaitu SKMIGAS dan Kementerian Lingkungan Hidup. Oleh karena itu jika muncul suatu persoalan terkait proyek ini maka mengacu kepada PSC, yang menjadi landasan hukum bagi PT CPI dalam menjalankan proyek bioremediasi ini, maka yang harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan persoalan yang muncul tersebut hanyalah pihak-pihak yang berkontrak yaitu CPI dan pemerintah Indonesia yang diwakili oleh BPMIGAS/SKMIGAS,” pungkasnya.(BERSAMBUNG)


Add comment


Security code
Refresh