JAKARTA-Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan adanya sekitar Rp100 triliun uang beredar yang diduga berasal dari praktik penyimpangan. Angka fantastis tersebut berasal dari 108.145 transaksi mencurigakan, yang diterima PPATK selama tahun 2012.
Hal itu diungkapkan Kepala PPATK M Yusuf, Rabu (2/1), dalam jumpa pers refleksi kinerja PPATK tahun 2012 di kantor PPATK, Jakarta.
"Jumlah uang yang kami analisa sepanjang 2012 mencapai lebih dari Rp100 triliun yang ada pada 1.700 rekening dan 115 penyedia jasa keuangan (PJK)," terangnya.
Sepanjang tahun 2012 lalu, pihaknya menerima 108.145 laporan transaksi keuangan mencurigakan dari 381 PJK. Laporan paling banyak berasal dari PJK bank sebesar 54,5 persen dan selebihnya 45,5 persen PJK non-bank.
Khusus pada tahun 2012, sebanyak 276 transaksi sudah diteruskan ke penegak hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Nasional Narkotika dan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
"Kami juga mempunyai hak untuk menanyakan perkembangannya ke penegak hukum terkait," ujar Yusuf.
Koordinasi itu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil temuan PPATK digunakan aparat penegak hukum untuk memberantas korupsi. Menurut Yusuf, jumlah transaksi keuangan mencurigakan yang dideteksi PPATK mengalami peningkatan secara signifikan. Sejak 2002 lalu, PPATK telah menerima 12.232.370 laporan transaksi mencurigakan.
"Ini menandakan kita terima laporan 126.670 laporan per bulan, 4.465 laporan per hari, dan 168 laporan per jam," kata Yusuf.
Transaksi mencurigakan ini didapat dengan melihat profil nasabah seperti pekerjaan, gaji, hingga penggunaan uang yang bersangkutan. "Modus yang paling banyak ditemukan adalah penarikan tunai dan pembelian valuta asing," ucapnya.
Terindikasi Korupsi
Sementara itu, Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso mengatakan, pada semester II tahun 2012, pihaknya melakukan riset dengan fokus utama korupsi dan pencucian uang oleh anggota legislatif. Hasilnya, sebanyak 69,7 persen anggota legislatif terindikasi tindak pidana korupsi. Lebih dari 10 persen di antaranya adalah ketua komisi.
Dari 35 modus yang digunakan, modus paling dominan adalah transaksi tunai. Yang terdiri dari penarikan tunai sebanyak 15,59 persen dan setoran tunai sebanyak 12,66 persen.
"Jadi kita ada dua fokus pada uang tunai yaitu pembatasan nilai nominal dan travel cheques yang digunakan untuk suap," terangnya.
Jika melihat dari periode jabatan, periode 2009-2004 terindikasi dugaan tindak pidana korupsi lebih banyak (42,7 persen) dibanding periode 2001-2004 (1,04 persen). Namun Agus mengklaim hasil di kedua periode tersebut tidak dapat dibandingkan.
"Kedua periode itu tidak bisa disamakan. Kan PPATK saja baru berdiri 2002. Otomatis masih sangat terbatas jangkauannya ketika awal-awal berdiri," ujar Agus.
Gunakan UU TPPU
Terkait tindakan untuk kasus korupsi tersebut, Ketua PPATK M Yusuf menyarankan aparat penegak hukum mulai menggunakan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurutnya, dengan menggunakan UU TPPU, penegak hukum dapat bertindak lebih jauh dalam menetapkan siapa saja yang terlibat dalam suatu kasus korupsi.
"Jika menggunakan pendekatan UU tindak pidana korupsi saja, ketika uang korupsi diserahkan kepada istri atau anaknya, maka istrinya tidak bisa dijerat," ujar Yusuf.
Yusuf menjelaskan, pihaknya juga memiliki alternatif lain untuk menelusuri jika terindikasi adanya transaksi mencurigakan. "Kita punya alternatif lain, adanya pelatihan untuk para penegak hukum. Bagaimana menelusuri aset-aset mencurigakan, apalagi yang berada di luar negeri, kan susah. Pelatihan ini dibiayai PPATK," jelasnya.
Khusus aset yang berada di luar negeri PPATK mengaku itu tidak menjadi hambatan karena telah ditandatangani Mou kerjasama dengan Financial Intelegent Unit (FIU) di 44 negara.
Kendala yang dialami PPATK selama ini dalam menelusuri aset di luar negeri, tutur Yusuf, adalah adanya perbedaan kewenangan. "Kendalanya selama ini, misal kewenangan PPATK dengan yang di Singapura berbeda. Kita bisa minta bantuan (mencari data) ke siapapun. Sedangkan mereka hanya melihat database saja. Ini kendalanya, tidak balance," tuturnya. (bbs/kom/dtc/sis)
Next > |
---|