Bercelana kain hitam tersingsing selutut, berbaju kaus putih bergambar Pulau Sumatera, Junaidi merentangkan tangan dan mengarahkan pandangan lawan bicaranya ke hamparan bakau yang belum lagi setinggi pinggang. Ia menunjukkan tanaman-tanaman mangrove yang sudah ditanamnya beberapa tahun belakangan. Dengan raut bergelora semangat ia menceritakan susah payahnya menghidupkan bakau di kawasan tersebut, berlanjut dengan harapan-harapannya akan kondisi yang lebih baik lagi.
Junaidi warga Desa Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak. Ia teladan atas kepedulian pada keberadaan hutan mangrove, terkhusus tanaman bakau dan apiapi yang belakangan terancam kepunahan.
Diungkapkan bapak dua anak ini, kekhawatirannya akan hilangnya hutan mangrove muncul setelah 10 tahun terakhir tebing di desanya mengalami abrasi serius. Laut makin mendekat ke lahan-lahan warga. Kuburan yang dulunya terletak tidak jauh dari laut mulai terendam air setiap akhir tahun. Tidak hanya itu, air pasang keling (pasang besar/rob) pada akhir tahun juga sudah semakin tinggi dari biasanya. Air pasang ini naik hingga 50 centimeter. Air ini juga menenggelami jalan di Sungai Rawa hingga 500 meter ke arah pemukiman desa.
Daerah pesisir ini memang terancaman abrasi cukup tinggi. Itu selain karena gelombang laut yang makin kuat, juga akibat aktivitas pelabuhan bongkar muat kayu yang terletak tak jauh dari situ.
Fakta-fakta tersebut membuat Junaidi bertekad menyelamatkan Desa Sungai Rawa dari ancaman abrasi. Dengan niat yang tulus, dibantu belasan masyarakat, Junaidi membentuk kelompok yang diberi nama Kelompok Peduli Mangrove. Kelompok ini bekerja untuk melestarikan hutan mengrove. Pekerjaan itu mulai dari pembibitan hingga penanaman.
Bekerja dengan cara tradisional dan tidak memiliki dana cukup, menjadi hambatan utama untuk mencapai harapannya tersebut. Junaidi pun mengaku telah coba mendatangi beberapa perusahaan yang beroperasi di Sungai Rawa dan sekitarnya. Dari enam perseroan terbatas (PT) yang ada di sana, Junaidi mengaku baru satu PT yang mau membantunya, dalam bentuk pengadaan bibit apiapi.
"Alhamdulillah, sejak tiga bulan belakangan PT Petro Nusa membantu bibit apiapi sebanyak 200 batang per bulannya, untuk kita tanam di sepanjang pantai ini," kata Junaidi kepada wartawan, akhir pekan lalu.
Junaidi mengaku telah mencoba meminta bantuan ke Pemerintah Kabupaten Siak pada bulan April tahun 2012 lalu. Namun, sampai saat ini belum ada bantuan yang diberikan.
Manfaat Ekonomi
Walau demikian, ia akan tetap melestarikan hutan mangrove meski tidak ada bantuan. Ia berharap, dari usahanya ini, selain kawasan tersebut menjadi tempat rekreasi warga, juga bisa memberikan nilai ekonomi kepada masyarakat Sungai Rawa. "Kayu bakau bisa dibuat kayu arang, hewan-hewan yang hidup di pantai seperti siput dan lokan bisa dikonsumsi. Selain itu, hutan mangrove juga akan dijadikan tempat pembelajaran untuk siswa, agar mereka mengenali jenis hutan mangrove yang menghidupi mereka," ujarnya.
Belakangan, tepatnya tanggal 3 Agustus 2011, di dalam kegalauannya mencari dana, Junaidi bertemu dengan perwakilan salah satu lembaga peduli lingkungan, Kabut. Kabut menawarkan penerapan program Tropical Forest Conservation Action (TFCA). Program ini berupaya menyelamatkan kawasan Semenanjung Kampar dengan melibatkan masyarakat tempatan untuk mengelola hutan mangrove secara ekonomis dan sosial serta berkelanjutan.
Kabut memilih wilayah Sungai Rawa karena Sungai Rawa merupakan salah satu desa yang berada di pesisir timur Pulau Sumatera yang juga merupakan salah satu desa penyangga kawasan gambut Semenanjung Kampar.
Melalui program TFCA ini, Junaidi dibantu sebanyak 30 ribu bibit mangrove. Sebanyak 21 ribu merupakan bibit apiapi dan sembilan ribu bibit bakau. Apiapi merupakan tanaman yang ditanam di pantai, sementara bakau ditanam di tebing yang sering tergenang air laut. Junaidi mengaku, dari 21 ribu bibit apiapi, hanya 20 persen yang hidup dan bisa bertahan. Sementara, dari sembilan ribu bibit bakau, hampir 100 persen hidup.
Saat ini, Junaidi yang tetap berharap ada bantuan dari Pemkab Siak untuk apa yang diusahakannya ini bersama Kabut sedang memikirkan upaya yang dapat dilakukan agar dapat terpasang pemecah ombak. Sehingga, tingkat kemungkinan hidup tanaman apiapi bisa lebih tinggi. "Dari program TFCA ini, kita harapkan Sungai Rawa bisa menjadi desa percontohan bagi desa lain, untuk turut memperhatikan hutan mangrove," kata Imron dari Kabut. ***

Next > |
---|